Sang Ayah Tetap Perlahan Mundur
Selepas kuliah master Organization Policy di Boston University, Dewi vakum bekerja usai melahirkan dan fokus mengurus buah hatinya. Namun jauh sebelum berbisnis di dunia musik, dia sempat bekerja di bidang financial security, kemudian Data.com hingga membuka toko baju impor.
Namun setelah mendapat instruksi langsung dari sang ayah, Dewi terjun langsung mengatur festival meski tak membawa jazz secara spesifik. Dengan kata lain, sebagai direktur utama, dia bertangung jawab terhadap banyak hal namun, tidak secara detail.
Hingga pada akhirnya sang ayah perlahan mundur setelah berangkat ke Polandia, Eropa Tengah. Sekitar dua atau tiga tahun belakangan, Peter hanya monitoring Dewi dan timnya via telepon atau media sosial lainnya, seperti video call.
"Kami ingin bapak udah bisa enjoy dan tinggal nikmatin. Dia mau apa, kita kerjain. Kita tetap melakukan tugas dan lapor ke bapak," ujar wanita berusia 41 tahun itu.
Dewi mengaku, dalam menjalankan bisnisnya tak semua berjalan lancar. Pada 2015, dia mengaku bahwa Java Jazz mengalami kesulitan. Meski tak dibeberkan, tapi Dewi mengaku dapat mengatasi setiap masalah yang muncul.
Di balik tugasnya mengurus kegiatan JJF, Dewi juga bertekad membawa nama Indonesia agar semakin dikenal di kancah Internasional.
"Indonesia mampu untuk buat event berskala internasional, sama seperti negara tetangga, Java Jazz itu purely komersial," tegas Dewi. (els)
Intip Kado Istimewa Rafathar dari Kuda Poni Hingga Taman Bermain
Agar Dompet Tak Makin 'Tipis', Lakukan Penghematan dengan Cara Ini
Pemerintah Angkat Bicara Soal Rokok Naik Jadi Rp50 Ribu per Bungkus