1. HOME
  2. FRESH
KESEHATAN

Benarkah MSG Buruk bagi Kesehatan? Ini Penjelasannya

Sebenarnya MSG aman untuk digunakan atau dikonsumsi dalam makanan sehari-hari.

By Desy Afrianti 15 November 2015 11:11
MSG/Wikipedia

Money.id - Selama ini sebagian masyarakat awam dan dokter mengatakan bahwa monosodium glutamat atau MSG atau orang biasanya menyebutnya Vetsin, berbahaya.

Mitos ini sering dikaitkan dengan 'Chinese restaurant syndrome', yaitu kumpulan gejala seperti sakit kepala, mual dan mati rasa yang dirasakan orang-orang tertentu setelah makan masakan yang diberi MSG.

Namun sebenarnya MSG aman untuk digunakan atau dikonsumsi dalam makanan sehari-hari. Berbagai mitos tentang efek samping MSG tidak memiliki bukti ilmiah yang kuat.

Sehingga badan pengawasan makanan seperti US Food and Drug Administration (FDA) menggolongkan MSG sebagai bahan yang "Generally Regarded as Safe" (GRAS) atau Secara Umum Diakui Aman.

Seperti dikutip dari BBC.com, MSG sebagai bahan yang bisa memberikan rasa gurih memang diakui kebenarannya.

Namun efek negatif dalam penggunaan MSG muncul karena ada beberapa orang memiliki alergi terhadap bahan-bahan tertentu. Seperti orang mengalami alergi terhadap bulu kucing, debu, serbuk bunga, dan sebagainya.

Apa itu MSG?

Monosodium glutamat adalah garam natrium dari asam glutamat. Glutamat sendiri termasuk dalam kelompok asam amino non esensial penyusun protein yang terdapat juga dalam bahan makanan lain seperti daging, susu, keju, ASI, sayuran dan sebagainya.

Ketika ditemukan pertama kali oleh profesor kimia Jepang Kikunae Ikeda dari Universitas Tokyo pada tahun 1908, MSG adalah garam yang paling stabil yang terbentuk dari asam glutamat, dan salah satu yang terbaik dalam memberikan rasa gurih atau umami dalam bahasa Jepang.

Umami atau gurih ini dalam perkembangannya telah diakui sebagai rasa dasar kelima selain manis, asin, asam dan pahit.

Penemuan Ikeda diawali ketika dia berhasil memisahkan glutamat (sumber umami) dari rumput laut jenis Kombu yang umum dibudidayakan di Jepang sebagai bahan pembuat dashi.

Dengan menambahkan natrium, salah satu dari dua unsur dalam garam meja, memungkinkan glutamat distabilkan menjadi bubuk dan bisa ditambahkan ke dalam masakan, sehingga menghasilkan monosodium glutamat dan membuat Ikeda orang yang sangat kaya.

Awal MSG dituduh penyebab berbagai penyakit

Awal mula orang mulai anti terhadap MSG ketika Dr Ho Man Kwok menulis surat kepada New England Journal of Medicine tentang penyebab dari sindrom yang dia alami setiap kali makan di restoran China di Amerika Serikat pada tahun 1968.

Dia mengaku mati rasa di bagian belakang lehernya dan kemudian menyebar di lengan dan punggungnya. Tidak hanya itu, dia merasa tubuhnya lemah dan jantungnya berdebar-debar.

Kwok awalnya menuduh kecap--tetapi--kemudian menepisnya karena juga menggunakannya dalam masakan rumah--atau anggur yang banyak dipakai dalam masakan China sebagai penyebab.

Kemudian dia berpikir itu mungkin monosodium glutamat yang digunakan sebagai bumbu umum di restoran China.

Sejak itu, teori kesehatan yang berhubungan dengan makanan mulai berkembang dan kesimpulan Kwok bahwa MSG memiliki efek negatif terhadap kesehatan segera menyebar, memicu sejumlah besar studi ilmiah, penulisan buku yang mengekspos "kebenaran" tentang MSG, penerbitan buku masak anti-MSG, dan bahkan mendorong restoran China untuk mengiklankan bahwa mereka tidak menggunakan MSG dalam masakan.

Berbagai penelitian tentang Efek MSG

Peneliti Washington University Dr John W Olney menemukan bahwa menyuntikkan monosodium glutamat dalam dosis besar di bawah kulit tikus yang baru lahir menyebabkan perkembangan bercak jaringan mati di otak.

Ketika tikus-tikus ini tumbuh menjadi dewasa pertumbuhan mereka terhambat, mengalami obesitas, dan dalam beberapa kasus menjadi mandul.

Olney juga mengulangi studi pada bayi monyet rhesus, memberikan MSG secara oral, dan mencatat hasil yang sama.

Tetapi di 19 penelitian lainnya pada monyet oleh peneliti lain gagal menunjukkan hasil yang sama atau bahkan persis.

Dalam satu studi, 71 orang sehat diperlakukan dengan diberi MSG atau plasebo dalam bentuk kapsul dalam dosis yang terus meningkat.

Peneliti menemukan apa yang disebut gejala 'Chinese restaurant syndrome', terlepas dari apakah subjek diberi MSG atau plasebo. Bahkan setelah para peserta bertukar ke opsi alternatif.

Dalam upaya untuk meredam masalah ini, pada tahun 1995 FDA menugaskan Federation of American Societies for Experimental Biology untuk meneliti semua bukti yang tersedia dan memutuskan apakah MSG benar-benar "racun" dalam makanan yang sengaja dibuat.

Awalnya, para ahli dalam panel tersebut menolak istilah "Chinese restaurant syndrome" karena terdengar "merendahkan dan tidak mencerminkan tingkat atau sifat dari gejala".

Mereka lebih memilih istilah "gejala kompleks dari MSG" untuk menggambarkan banyak dan beragamnya gejala terkait dengan konsumsi MSG.

Mereka menyimpulkan ada bukti ilmiah yang cukup untuk menunjukkan adanya sub-kelompok individu yang sehat dalam populasi umum yang mungkin alergi terhadap MSG dalam dosis besar, biasanya dalam waktu satu jam setelah terpapar.

Tetapi alergi tersebut diteliti dalam studi di mana subjek diberi tiga gram atau lebih MSG yang dimasukkan dalam air, tanpa makanan.

Sementara skenario tersebut tidak mungkin terjadi di dunia nyata di mana, menurut FDA, kebanyakan orang akan mendapatkan sekitar 0,55 gram per hari tambahan MSG dalam makanan mereka.

Sebuah studi pada tahun 2000 mencoba untuk mengetahui lebih lanjut dampak MSG dengan meneliti 130 orang yang menggambarkan diri mereka sebagai reaktif terhadap MSG.

Orang-orang sehat pertama-pertama diberi dosis MSG tanpa makanan, atau diberikan plasebo.

Jika ada yang mencapai angka di atas level tertentu pada daftar 10 gejala karena MSG, mereka diuji lagi dengan dosis atau plasebo yang sama untuk melihat apakah reaksi mereka konsisten.

Mereka juga diuji dengan dosis yang lebih tinggi untuk melihat apakah gejalanya meningkat. Setelah beberapa ujian ulang, hanya dua dari 130 subjek yang menunjukkan reaksi yang konsisten terhadap MSG, bukan plasebo.

Tetapi kemudian, ketika mereka diuji lagi dengan MSG dalam makanan, reaksi mereka berbeda. Hal ini meragukan validitas sensitivitas seseorang terhadap MSG.

Toksisitas atau tingkat racun glutamat sebenarnya sangat rendah. Seekor tikus bisa mengkonsumsi dosis 15-18 gram per kilogram berat badannya sebelum terkena risiko mati karena keracunan glutamat.

Baru-baru ini juga diketahui bahwa bayi tikus sangat sensitif terhadap efek MSG.

Jadi efek samping MSG tidak memiliki bukti ilmiah yang kuat sehingga FDA menyatakan penambahan MSG dalam makanan sebagai "Secara Umum Diakui Aman".

(w/da)

Related

Komentar

Recommended

What Next

More From Fresh Section