1. HOME
  2. FINANCE
BANK INDONESIA

Kenapa BI Turunkan Suku Bunga Acuan Lagi? Ini Alasannya

Kebijakan penurunan BI Rate dan GWM Primer dalam rupiah tersebut diharapkan dapat memperkuat upaya mendorong pertumbuhan ekonomi.

By Desy Afrianti 18 Februari 2016 16:10
Ilustrasi uang (Dwi Narwoko/Money.id)

Money.id - Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia memutuskan untuk kembali menurunkan suku bunga acuan atau BI Rate sebesar 25 basis points (bps) menjadi 7 persen dengan suku bunga deposit facility 5 persen dan lending facility 7,5 persen.

Bank Indonesia juga memutuskan untuk menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) Primer dalam rupiah sebesar 1 persen, dari 7,50 persen ke level 6,5 persen, berlaku efektif sejak 16 Maret 2016. (Baca: BI Kembali Pangkas Suku Bunga Acuan, BI Rate Kini 7 Persen)

Keputusan tersebut sejalan dengan ruang pelonggaran kebijakan moneter yang semakin terbuka dengan semakin terjaganya stabilitas makroekonomi, khususnya penurunan tekanan inflasi di 2016. Selain itu meredanya ketidakpastian di pasar keuangan global. Demikian seperti dikutip dari situs resmi Bank Indonesia, Kamis 18 Februari 2016.

Kebijakan penurunan BI Rate dan GWM Primer dalam rupiah tersebut diharapkan dapat memperkuat upaya mendorong pertumbuhan ekonomi yang sedang berlangsung.

Bank Indonesia juga akan terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah untuk memastikan pengendalian inflasi, penguatan stimulus pertumbuhan, dan reformasi struktural berjalan dengan baik, sehingga mampu menopang pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan ke depan dengan tetap menjaga stabilitas makroekonomi.

Di sisi perekonomian global, pemulihan ekonomi berisiko terus melemah. Sementara itu, risiko di pasar keuangan global yang bersumber dari kemungkinan kenaikan Suku Bunga Kebijakan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau Fed Fund Rate (FFR), semakin mereda.

Pemulihan ekonomi AS masih tertahan seiring dengan konsumsi yang masih lemah, perbaikan sektor perumahan yang melambat dan sektor manufaktur yang masih terkontraksi. (Baca: Akhirnya BI Pangkas Suku Bunga Setelah 11 Bulan)

Pemulihan ekonomi AS yang belum solid mengakibatkan perkiraan kenaikan FFR bergeser mundur pada semester II 2016 dengan besaran kenaikan yang lebih rendah.

Bank Sentral Eropa (ECB) masih melanjutkan kebijakan quantitave easing (QE) sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan inflasi Eropa yang masih rendah. Demikian pula Bank Sentral Jepang yang mulai menerapkan kebijakan suku bunga negatif.

Di sisi lain, perekonomian Tiongkok terus melambat akibat masih lemahnya sektor manufaktur dan investasi, sejalan dengan proses deleveraging yang dilakukan oleh sektor korporasi.

Sementara itu, di pasar komoditas harga minyak dunia diperkirakan cenderung menurun, akibat meningkatnya supply dan melemahnya permintaan.

(da/da)

Related

Komentar

Recommended

What Next

More From Finance Section