1. HOME
  2. FRESH
FRESH

Baru Diputar, X-Men Apocalypse Tuai Banyak Kritikan

Film ini dinilai tidak berkeprimanusiaan karena banyak korban yang ditimbulkan

By Nur Chandra Laksana 29 Mei 2016 06:48
X-Men Apocalypse (the verge.com)

Money.id - Dari tiga film bertema pahlawan super yang rilis pada awal hingga pertengahan tahun 2016, Batman vs Superman: Dawn of Justice, Captain America: Civil War, X-Men: Apocalypse, mungkin hanya yang terakhir yang terasa tidak berperikemanusiaan.

Jika Batman v Superman dan Captain America para jagoan mengakui bahwa di setiap aksi menumpas kejahatan selalu disertai kehancuran dan korban sipil, maka Apocalypse sepertinya tidak ambil peduli dengan semua itu, seperti dilansir dari laman BBC.

Penjahat favorit seri X-Men, Magneto (Michael Fassbender), menggunakan kekuatan memanipulasi logam untuk mengendalikan dan menghancurkan setiap bangunan terkenal di seluruh dunia yang mungkin membunuh ribuan orang tak berdosa dalam prosesnya.

Tapi ketika film berdurasi dua jam setengah ini berakhir dengan bahagia, tidak ada yang satu pun dari para pahlawan yang berbicara tentang kehancuran atau pembantaian yang telah mereka lakukan. Malah, karakter yang berhati mulia seperti Professor Xavier (James McAvoy) mengucapkan selamat jalan kepada Magneto dengan penuh haru.

Mungkin terasa aneh dan tak perlu untuk memikirkan film terlalu serius seperti itu. Namun karena seri X-Men menggabungkan aksi superheroik dengan isu-isu dunia nyata, maka melakukan penilaian seperti itu menjadi sesuatu yang masuk akal.

Masalahnya, seri pertama X-Men (2000), mendasarkan ceritanya pada ketidakadilan, diskriminasi, dan pengucilan di mana mutan adalah kaum minoritas yang tertindas namun ditakuti sehingga memunculkan pertanyaan tentang kohesi sosial dan perlawanan dengan kekerasan.

Seri X-Men sempat kehilangan kekuatan ceritanya pada X-Men: The Last Stand (2006), namun X-Men: First Class (2011) berhasil menghidupkannya kembali secara cerdik dengan melompat kembali ke masa pendirian School for Gifted Youngsters oleh Professor Xavier di tahun 1960-an.

Dan kemudian film franchise ini mencapai puncak tertinggi di seri X-Men: Days of Future Past (2014), yang dengan cerdiknya mengaitkan trilogi sebelumnya ke masalah perjuangan hak sipil tahun 1970-an. Itu menarik, ketika sutradara dan penulis dari Days of Future Past, Bryan Singer dan Simon Kinberg, bersatu kembali untuk Apocalypse.

Tapi dalam sekuel baru mereka yang terlihat tak berperikemanusiaan ini, resonansi, logika, dan kecerdikan dari seri-seri sebelumnya seperti hilang ditelan debu dan awan bergulung-gulung yang dihasilkan efek komputer dalam film tersebut. Jadi, meskipun seri terakhir dari saga mutan ini secara luas mendapat pujian, tapi X-Men: Apocalypse telah kehilangan plot.

Mungkin X-Men: Apocalypse adalah jenis film pahlawan super yang membuat Anda merasa kasihan pada aktor yang memainkan karakternya. Lihat saja Jennifer Lawrence yang berperan sebagai Mystique namun semakin seperti Katniss Everdeen. Hidupnya selalu suram dari awal hingga akhir.

Kemudian ada Oscar Isaac yang memainkan karakter yang lebih suram. Terbebani oleh prostetik make-up dan kostum dari bahan karet, ia tampak seolah-olah tidak bisa memutuskan antara berpakaian seperti Emperor dari Star Wars atau Davros dari Doctor Who. Jadi dia menggabungkannya di kedua kostum sekaligus.


Mutan yang Tidak Diinginkan

Isaac memainkan Apocalypse, seorang mutan megalomaniak yang berada di ambang memerintah dunia di tahun 3.600 SM sebelum ia dikubur di bawah sebuah piramida oleh orang-orang Mesir Kuno.

Ketika akhirnya berhasil menggali jalan keluar dari puing-puing pada tahun 1984, kebangkitannya disaksikan oleh agen CIA Moira MacTaggert (Rose Byrne). Kepada Professor Xavier, MacTaggert memberi tahu bahwa Apocalypse adalah mutan yang telah ada sejak dahulu kala. Setiap kali muncul, Apocalypse selalu memiliki empat anak buah dan menyebabkan bencana besar.

Karena Apocalypse terkubur untuk lima setengah milenium terakhir, Anda mungkin bertanya-tanya bencana apa yang sebelumnya dia buat, dan bagaimana MacTaggert bisa tahu tentang semua itu.

Tapi mungkin saja dia adalah seorang ahli dalam sejarah Neolitik serta agen CIA yang hebat. Intinya adalah bahwa Apocalypse bangkit lagi, dan dia telah memutuskan untuk membersihkan planet dari segala sesuatu yang pernah dibangun saat dia sedang tidur?

Namun sebelum itu, dia harus mengumpulkan empat anak buah terbarunya yang terdiri dari para mutan, meskipun mengapa dia tidak memilih jumlah yang berbeda tidak pernah dijelaskan.

Kebetulan sekali, ia bertemu calon pertama begitu dia berhasil ke permukaan: Storm (Alexandra Shipp), mutan pengendali cuaca yang dimainkan oleh Halle Berry di trilogi X-Men sebelumnya.

Di usia mudanya pada tahun 1980, Storm adalah remaja miskin yang mampu berdiskusi tentang sosiologi dalam tiga bahasa. "Anda tidak bisa seenaknya membunuh orang. Ada sistem tersendiri untuk hal semacam itu," katanya memperingatkan Apocalypse, meski pada akhirnya tetap saja bersedia bekerja untuknya.

Selanjutnya, ada Psylocke (Olivia Munn), yang kekuatannya adalah hanya berdiri saja dan memakai sepatu boot setinggi paha sementara para jagoan pria bicara. Anak buah nomor tiga adalah Angel (Ben Hardy), yang memiliki lebih sedikit kontribusi.

Dan yang keempat adalah Magneto, yang hidup dalam penyamaran di Polandia sejak peristiwa Days of Future Past, dan kini telah menetap dengan istri dan anak perempuannya. Anda mungkin bisa menebak apa yang terjadi pada mereka.


Tambahan Karakter yang Lebih Banyak

Kelemahan berulang dari film pahlawan super terbaru adalah bahwa jalan cerita utamanya terus terganggu sehingga lebih banyak lagi karakter dapat diperkenalkan. Apocalypse bukan satu-satunya karakter dalam film yang merekrut orang baru.

Mystique menyelamatkan Nightcrawler (Kodi Smit-McPhee) dari klub pertarungan di Berlin. Scott Summers (Tye Sheridan), alias Cyclops, mendaftar di sekolah Xavier, agar bisa bertemu Jean Grey (Sophie Turner).

Dan begitu seterusnya. Padahal, dari perkenalan karakter tersebut, hanya sedikit dari mereka yang bisa memberi kesan. Dari potongan adegan antara Kairo, Berlin dan sekolah Xavier, sebagian besar film terasa seperti prolog tentang rangkuman 'karakter sebelumnya di X-Men' yang mau tidak mau harus Anda lalui sebelum sampai pada cerita utamanya.

Tapi ada dua aksi yang bisa dibilang pengulangan dari seri sebelumnya. Salah satunya adalah pengulangan terang-terangan di Days of Future Past di mana Quicksilver (Evan Peters) mengelilingi Bumi dengan kecepatan tinggi sehingga seluruh dunia membeku.

Yang kedua ketika Kolonel Stryker (Josh Helman) menangkap semua X-Men (sementara meninggalkan sebagian lain). Sebuah selingan yang disertakan hanya untuk mengingatkan tentang Wolverine (Hugh Jackman).

Bicara tentang Wolverine, dalam film-film X-Men lainnya, karakter ini digambarkan sebagai petarung super-kuat dengan kemampuan penyembuhan yang ajaib. Tetapi di sini dia kebal sama sekali: ratusan peluru yang ditembakkan ke arahnya dari jarak dekat, tidak ada satu pun yang mampu menggoresnya.

Ada banyak hal yang tidak penting sampai ke pertarungan yang tak terelakkan antara Tim Apocalypse dan Tim Xavier. Dan ketika Anda menyaksikannya, ternyata tidak layak untuk ditunggu.

Semua karakter melakukan adegan melompat dan terbang, sambil melihat dengan penuh kekhawatiran seolah-olah mereka menggantung pada kabel yang dihapus secara digital. Beberapa dari mereka beralih kesetiaan pada menit terakhir, seperti di Avengers: Age of Ultron.

Awan debu yang dihasilkan melalui efek komputer terus berputar-putar. Dan, akhirnya, pertarungan dimenangkan bukan oleh tim yang paling berani atau paling pintar, tapi oleh yang memiliki kekuatan paling mematikan. Ini benar-benar bukan pesan moral yang mendidik.

Kembali ke School for Gifted Youngsters, para X-Men muda menggunakan kekuatan mereka untuk memperbaiki beberapa kerusakan. Tapi bagaimana dengan Tower Bridge, Brooklyn Bridge dan landmark lainnya yang telah hancur oleh teman pembunuh massal Xavier, Magneto?

Rupanya, ada masalah kemanusiaan di sini - dan tidak ada film X-Men lainnya yang kurang tertarik pada kemanusiaan dari yang satu ini.

Baca Juga

(ncl/ncl)

Related

Komentar

Recommended

What Next

More From Fresh Section