1. HOME
  2. FINANCE
BISNIS

Bisnis Barang Antik? Kenapa Tidak

Barang-barang jadul atau antik di rumah Anda pun bisa jadi lahan bisnis.

By Dian Rosalina 18 Oktober 2015 10:36
Ilustrasi Bisnis Barang Antik (buana)

Money.id - Berbisnis tidak harus selalu barang baru atau seputar kuliner saja. Barang-barang jadul atau antik di rumah Anda pun bisa jadi lahan bisnis. Hanya tinggal bagaimana Anda merawat barang-barang tersebut menjadi barang yang memiliki nilai tingggi.

Barang lama bila dirawat dengan baik semakin lama akan semakin sulit dicari dan menjadi antik. Meski antik, peminat barang tersebut masih banyak di kalangan orangtua maupun anak muda.

Lian Nasution, pemilik salah satu gerai piringan hitam di jalan Surabaya ini telah membuka usahanya sejak 1963 silam. Bermula dari hobi sang ayah yang mengumpulkan dan mendengarkan lagu dari piringan hitam, membuat Lian mulai menyukainya juga.

Bermodalkan tabungan sebesar Rp5 juta, Lian mulai mengumpulkan satu demi satu piringan hitam. Kemudian, dia mencoba menawarkan koleksinya itu di lapak Lian bersama sang ayah.

"Dulu saya sering diajak jualan sama ayah, lama-lama jadi suka juga. Saya nabung dari hasil penjualan piringan hitam ayah. Misalnya saja waktu itu ada turis asing yang beli piringan hitam ayah, lalu uangnya kelebihan, dan lebihnya itu dia kasih ke saya. Saya tabung saja," kata Lian saat berbincang dengan Money.id.

Ketika ayahnya meninggal, Lian tetap meneruskan usaha tersebut hingga kini. Pada tahun 2003, Lian melayani pembeli pertamanya dari Wina. Pembeli tersebut membeli koleksi piringan hitam Dara Puspita sebesar Rp500 ribu.

Kebanyakan pelanggan Lian sekarang adalah pelanggan sang ayahnya. Pelanggannya pun berasal dari mancanegara, seperti Inggris, Prancis, Jerman, Italia, Spanyol, Amerika Serikat, Jepang, Taiwan, Hongkong, dan masih banyak lagi.

"Bisa dibilang, pembeli yang berdatangan di toko saya ini kebanyakan dari luar negeri. Malah kemarin ada pembeli yang datang jauh-jauh dari Honolulu, Hawai untuk membeli piringan hitam saya. Kebanyakan dari mereka pun membeli piringan hitam dengan lagu berbahasa Indonesia. Katanya sih karena lagu-lagunya enak didengar," kata Lian sambil tertawa.

Pria hitam manis itu, mengaku sering kebanjiran orderan dari konsumen mancanegaranya. Seperti piringan hitam milik Pink Floyd, Led Zeppelin, instrumen musik Jazz tahun 1960, Oasis, dan Radio Head paling banyak dicari oleh konsumennya.

"Pelanggan mancanegara khususnya dari Eropa, dan Amerika Serikat mereka suka sekali lagu beraliran musik soul dan disko tahun 1970-an. Kadang saat mereka sedang membeli di toko saya, saya suka putarkan musik-musik tersebut. Dan mereka sangat senang," cerita Lian.

Kini Lian telah mengoleksi sekitar 2.000 keping piringan hitam. Diantara koleksi Lian yang ia jual, ada dua piringan hitam yang tidak akan ia jual meski banyak orang yang menawar dengan harga tinggi

"Saya punya dua piringan hitam yang tidak akan saya jual meski banyak yang menawarkan harga hingga Rp2 juta. Piringan Hitam milik Panjaitan Bersaudara tahun 1980, dan Soul Classic tahun (1960). Kalau Piringan Hitam milik Panjaitan Bersaudara itu karena waktu itu salah satu personelnya pernah datang kemari, dan saya dikasih tanda tangan. Kalau yang Soul Classic itu karena saya suka aja sih lagunya," katanya tertawa.

Selain itu, ia pernah memiliki koleksi piringan hitam Ariesta Birawa, grup band pop asal Surabaya era 1969 yang ditawar oleh orang Jepang seharga Rp6,5 juta. Meski terlihat mudah, mendapatkan piringan hitam yang menjadi pesanan konsumen tidaklah mudah. Bahkan Lian pernah menghabiskan waktu 1 tahun untuk mencari piringan hitam sebuah band asal Malaysia.

"Saya mendapatkan barang biasanya dari orang-orang yang datang dan menawarkan, ketimbang saya cari dipasar. Cari dipasar loak pun saya tidak punya waktu karna harus jaga toko. Pernah ada permintaan konsumen yang minta dicarikan piringan hitam band Funkgus asal Malaysia tahun 1974. Tahun 2013 baru terjual seharga Rp800 ribu," kata Lian.

Pria 53 tahun ini mengaku, berkat ayahnya yang mengajarkannya mandiri, Lian bisa seperti sekarang. Kini usahanya telah berkembang pesat dan memiliki banyak penggemar di luar negeri. Dari kepingan piringan hitam seharga Rp150 ribu hingga Rp300 ribu, Lian dapat mengantongi keuntungan sebesar Rp20-25 juta perbulan.

Namun berbeda halnya dengan beberapa barang antik di jalan Surabaya lainnya. Tingginya harga dollar Amerika Serikat, membuat toko milik Acil salah satu pedagang barang antik sepi pembeli.

"Dulu tidak seperti ini, saya bisa mengantongi Rp1-5 juta dalam sehari. Sekarang akibat tingginya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat jadi sepi begini," katanya.

Meski begitu, pembeli yang kebanyakan berasal dari Tiongkok masih mencari barang-barang antik dari Cina. Mereka biasanya memborong keramik-keramik yang berasal dari Cina untuk dibawa lagi ke negaranya.

"Bila membeli atau menjual barang Antik, kita tidak bisa memprediksi kapan akan ramai, kapan akan sepi. Karena sekarang sudah banyak saingan barang-barang Antik seperti kami ini. Seperti di Blok M, ITC Permata Hijau, Raya Ciputat, dan masih banyak lagi. Tapi menurut saya bisnis ini cukup menjanjikan," cerita Acil.

(aa/dr)

Related

Komentar

Recommended

What Next

More From Finance Section