1. HOME
  2. NEWS
EKONOMI

Dunia Dalam Dekapan The Economist

Menurut Pendiri Freedom Institute, Rizal Mallarangeng, jurnalisme The Economist memang mengagumkan.

By Ismoko 24 Februari 2020 10:49
Rizal Mallarangeng

Money.id - The Economist ialah anomali di industri media kontemporer. Saat media cetak lain di AS, Eropa, dan Asia tertatih-tatih bertahan dalam era digital, majalah mingguan yang berpusat di London ini malah tumbuh cepat.

Lebih sepuluh kali lipat dibanding dua dekade silam. Dengan jumlah pelanggan di kota-kota besar dunia mencapai 1,5 juta.

Perlu ditekankan juga bahwa pelanggan sebanyak itu bukan hanya 'orang biasa'. Sejak awal kelahirannya pada 1843, majalah ini telah dibaca dan menjadi bagian dari polemik tokoh-tokoh seperti Karl Marx, John Stuart Mill, PM Gladstone.

Dan kini, daftar pembacanya semakin panjang dan beragam. Melibatkan berbagai kelompok papan atas mulai dari presiden dan kaum politisi, pengusaha, eksekutif korporasi, diplomat, dan kaum intelektual.

Menurut Pendiri Freedom Institute, Rizal Mallarangeng, jurnalisme The Economist memang mengagumkan. Dengan bahasa Inggris yang terang, efektif, dalam kalimat-kalimat pendek, dan sering dilengkapi data aktual, dia membawa pembacanya untuk mengerti peristiwa di berbagai belahan dunia, dari politik, bisnis, hingga perkembangan sains, pendidikan, gaya hidup, dan literatur.

" Boleh dikata, ketika membaca atau berlangganan majalah ini, kita merasa sebagai seorang warga dunia yang berpengetahuan luas, kosmopolitan, manusia renaisans dengan sikap yang kurang lebih reasonable dan terbuka," kata dia seperti dikutip dari Qureta tentang Resensi Buku Alexander Zevin berjudul Liberalism at Large: The World according to the Economist.

Tapi bagi Alexander Zevin, lanjutnya, kekuatan The Economist tidak terletak pada kualitas jurnalisme atau kesan pembaca seperti itu. Dalam buku setebal 538 halaman ini, dia bahkan tidak menyentuh aspek jurnalisme sama sekali, namun lebih memilih pendekatan sosiologi elite dan filsafat politik sebuah media.

Dengan kata lain, Alexander Zevin, sejarawan dari City University of New York dan editor jurnal New Left Review, menulis buku menarik ini dari sebuah historiografi yang berada di luar pakem pembahasan jurnalisme pada umumnya.

(i)

Related

Komentar

Recommended

What Next

More From News Section