1. HOME
  2. NEWS
PAK RADEN

Potret Kehidupan Sang Maestro Dongeng, Pak Raden (I)

Perjalanan karier Pak Raden cukup 'tragis'. Dia tak menerima sepeser pun uang alias royalti dari perjanjian penyerahan...

By Stella Maris 31 Oktober 2015 08:11
Suyadi alias Pak Raden (Kapanlagi.com)

Money.id - Sosoknya terlihat galak, nada suaranya tinggi yang menunjukkan kalau dirinya sedang marah. Dengan menggunakan pakaian lengkap khas Jawa, seperti beskap hitam, blangkon, tongkat panjang, kumis tebal dan panjang, Pak Raden hadir dalam film boneka Si Unyil.

Dalam film tersebut, Suyadi orang yang memainkan karakter Pak Raden itu tampil sebagai sosok pria yang sombong, kikir, pemarah, dan tak suka gotong-royong. Suyadi adalah orang yang menciptakan tokoh si Unyil pada 1979. Melalui tokoh Unyil yang diciptakan pada 1979 itu, pesan moral dipertontonkan.

Setiap episode serial tersebut menekankan adanya masalah atau isu-isu nasional yang memberi pelajaran bermanfaat bagi anak-anak dan juga khalayak orang tua. Namun kini film dan karakter tersebut tenggelam dan tinggal kenangan.

Kemarin, Jumat 30 Oktober 2015, Pak Raden meninggal dunia pukul 22.20 WIB di Rumah Sakit Pelni Petamburan, Jakarta Barat. Masa kecil myarakat yang tumbuh di era 70-80an mengucap duka dan menyampaikan rasa terima kasih pada sang legenda dongeng.  

Sengketa Si Unyil
Pertunjukan sandiwara Si Unyil yang tayang sekitar 10 tahun di TVRI memang membuat nama Pak Raden menjadi tersohor. Dia menjadi salah satu tokoh yang patut diperhitungkan dalam dunia pendidikan.

Namun perjalanan karier Pak Raden cukup 'tragis'. Dia tak menerima sepeser pun uang alias royalti dari perjanjian penyerahan hak cipta (karakter boneka ciptaannya) kepada perusahaan umum Produksi Film Negara (PFN).

Berdasarkan kesepakatan atau perjanjian yang dibuat pada 14 Desember 1995, hak cipta tersebut hanya berlaku selama lima tahun. Akan tetapi PFN menganggap penyerahan hak cipta tersebut berlaku selamanya.

(Pak Raden dan boneka ciptaannya/kapanlagi.com)

Di usia yang ke 80 tahun, pria lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB) itu terpaksa 'mengemis' haknya. Di atas kursi roda, semangat Pak Raden membara. Dia terus memperjuangkan hak cipta atas boneka Unyil beserta kawanannya, Pak Ogah, Bu Bariah, Usro, dan tokoh lainnya.

Namun sosok Unyil kian ditinggalkan dan kembali ditampilkan dalam sebuah acara di stasiun televisi swasta yang dikemas mengikuti perkembangan jaman. Meski demikian, Pak Raden tetap tak menerima royalti, dia hanya mendapatkan honor dari mengisi suara di program acara 'Laptop Si Unyil'.

Melihat ketidakadilan yang diterima Pak Raden, teman-teman mudanya meminta dukungan untuk memperjuangkan kembali hak cipta Unyil agar kembali ke tangan pria lanjut usia itu.

Sambung Hidup
Selama puluhan tahun, Pak Raden menggantungkan hidupnya dengan melakukan berbagai keahlian, seperti menyanyi, melakukan pertunjukan boneka, menjual aksesori kaus dan buku, serta menjual lukisan hasil karyanya.

Seiring perkembangan jaman, pertunjukan bonekanya tak laku. Pendapatan yang seharusnya diperoleh dari royalti tak dikantonginya. Sang seniman itu hidup tak berkecukupan.

Jangankan untuk memperbaiki rumah yang tak layak huni itu, untuk biaya pengobatan pun, Pak Raden harus 'mengemis'. Penggalangan dana dari para donatur diterima untuk mengobati penyakit degeneratif sendi atau osteoartritis yang dideritanya.

Pria kelahiran 28 November 1932 itu tidak menikah dan tak mempunyai anak. Pak Raden tinggal bersama kakaknya, di rumah seluas 100 meter yang dipenuhi buku-buku. Tiga kamar, sebuah kamar tamu, dan dapur tampak kusam. Atap bocor, rusak, dan tak terawat.

Pak Raden hidup dibantu oleh pengasuhnya, Madun dan Nanang. Dia bahkan acap kali berpindah dari rumah saudaranya yang satu ke rumah saudaranya yang lain.

Bersambung...

(sm/sm)

Related

Komentar

Recommended

What Next

More From News Section