1. HOME
  2. FINANCE
EKONOMI

Menko Darmin: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2016 Landai

Indonesia masih membutuhkan pinjaman asing. Mengapa?

By Dian Rosalina 18 Desember 2015 16:52
Menko Perekonomian Darmin Nasution (Setkab.go.id)

Money.id - Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution mengaku optimis dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan. Meski demikian, ia mengakui bahwa sejak 2012, pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak terlalu menunjukkan signifikasi yang berarti.

"Masih stabil. Tapi kalau lihat nilai tukar rupiah terhadap dolar cenderung tidak terlalu baik. Disana sebetulnya kita sangat kurang. Artinya secara globalnya, kemampuan kita, investasi ini harus dibiayai dengan tabungan," kata Darmin dalam forum diskusi bersama media, Jumat 18 Desember 2015.

Menurutnya kemampuan Indonesia membentuk tabungan masih agak jauh, karena kebutuhan investasi yang masih di bawah. Ini menyebabkan Indonesia menghadapi dua pilihan, menerima pertumbuhan yang rendah atau sebaliknya. Hal itu, kata dia, menyebabkan Indonesia akhirnya harus meminjam dana dari asing.

"Kalau minjam sudah tidak cukup, pertumbuhan pinjaman yang paling cepat adalah dari pihak swasta ke luar negeri bukan ke dalam," ujarnya.

Sejak dua tahun lalu, Darmin mengatakan, utang swasta terhadap pihak asing sudah melebihi pinjaman pemerintah. Ratio antara pembayaran bunga, dan pokok utang yang jatuh tempo dibagi dengan ekspor itu sudah meningkat dengan cepat.

"Tahun ini mungkin pertumbuhan ekonomi kita tidak akan terlalu baik. Karena based year tahun lalu pengeluarannya malah juga cepat. Mungkin tak sampai 5 persen. Paling 4,8 persen, jika digabung menjadi 4,7 persen 2015," terang dia.

Darmin masih optimis bila investasi dan ekspor berjalan lancar, bukannya tidak mungkin Indonesia bisa menunjukkan kemajuan dalam ekonominya. Setidaknya sebesar 5,3 persen.

Atasi Krisis

Peristiwa krisis moneter 1998 membuat Indonesia mengalami perlambatan ekonomi hingga beberapa tahun. Namun, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengungkapkan bahwa Indonesia telah pulih dari krisis tersebut sejak 2004.

Hal ini ditunjukkan pada saat krisis keuangan Amerika Serikat 2006, Indonesia baru terkena imbasnya dua tahun kemudian.

"Saya mengingat periode itu, karena saya Gubernur Bank Indonesia. Dolar waktu itu masuk secara besar-besaran. Dan mendorong rupiah menjadi kuat sekali. Bahkan pernah mencapai Rp8.500," kata Darmin.

Pada periode tersebut, Darmin berpendapat bahwa hal itu tidak boleh terlalu jauh. Karena saat dolar akan pergi, Indonesia akan menghadapi masalah lagi, seperti sekarang ini.

Berbagai cara dilakukan oleh pemerintah untuk membentengi diri dari perlambatan ekonomi. Menteri yang baru bergabung dalam kabinet Ayo Kerja versi Reshuffle ini, mengungkapkan ada beberapa cara mengatasinya. Namun sayangnya itu tidak dimanfaatkan dengan baik.

"Pertama, sebenarnya kegiatan ekspor harus di dorong sebanyak-banyaknya, namun sayangnya tidak ada yang bisa didorong. Karena sumber daya merosot, dan industri pun tidak cukup kuat," ujarnya.

Solusi kedua adalah investasi dari luar dan pengeluaran pemerintah. Hal itu pun juga tidak memecahkan masalah yang ada. Investor asing pun tidak terlalu tertarik belakangan ini, pengeluaran APBN pemerintah pun masih tinggi.

"Saya menyadari investasi dari asing sangat diperlukan. Mengingat itu akan mendorong pertumbuhan ekonomi yang cepat," kata Darmin.

Satu-satunya cara agar investor asing tertarik menanam modal di Indonesia adalah menawarkan pembangunan infrastruktur di Indonesia. Meski begitu, itu pun tidak bisa membuat laju ekonomi berkembang cepat. (dwq)

Suka dengan artikel ini? KlikĀ LIKE

(da/dr)

Related

Komentar

Recommended

What Next

More From Finance Section