Dengan tidak ada maksud apapun dengan gambaran harga produksi sepatu ini, misalnya sepatu 'Adidas Energy Boost 3' yang dijual US$160 atau setara Rp2,1 juta padahal biaya produksi sekitar US$30 atau setara Rp408 ribu.

Apabila dengan hitungan tersebut, keuntungan dari tiap pasang sepatu bisa mencapai US$130 atau setara Rp1,7 juta. Tetapi meski demikian harus dilihat juga gaji karyawan yang bisa menghabiskan US$200 atau setara Rp2,7 juta per tahun.

Itu tidak masuk akal bukan? Tetapi yang harus dipikirkan juga adalah membayar hak paten transportasi. Kemudian bagi karyawan harus ada pinjaman pendidikan, asuransi, makanan, biaya bahan bakar, pajak dan lainnya. Jadi gaji sebesar itu adalah angka yang nyaman untuk hidup dan tabungan

Ilustrasi harga produksi sepatu Nike (solereview.com)

Tahun lalu, Adidas membuat catatan untuk 4,1 persen dengan laba bersih pajak, dan Nike membuat 10,7 persen. Tapi ingat bahwa laporan laba rugi merek didasarkan pada pendapatan grosir, bukan harga eceran.

Jadi, jika harus menghitung marjin merek sebagai persentase dari harga eceran, maka Adidas dan Nike memiliki laba 2,05 persen dan keuntungan 5,3 persen. Ini adalah asumsi bahwa pendapatan grosir adalah setengah dari harga eceran.

Dengan kata lain, untuk sepatu dengan harga US$100 atau setara Rp1,3 juta Adidas hanya punya untung US$2,05 atau setara Rp27 ribu dan Nike sekitar Rp72 ribu. Jadi apakah kita akan tetap mengatakan bahwa harga sepatu US$160 dengan biaya produksi US$30 ?

(rn/rn)