1. HOME
    2. NEWS
FREELANCER

Gaji Belasan Juta, Auditor Muda Ini Nyambi Jadi Desainer Grafis

"Saya cari duit (gaji) di auditor, tapi bersenang-senang di desain grafis."

By Dwifantya Aquina 18 Mei 2016 18:35
Fara, auditor muda yang jadi freelancer (Instagram)

Money.id - Kinerja auditor dikenal gila, tak kenal jam kerja dan aktivitas di sekelilingnya. Bahkan, beberapa orang mengatakan slogan "Work Hard, Play Harder" sepertinya diciptakan untuk para auditor.

Padatnya jam kerja auditor eksternal yang harus teliti memeriksa keuangan sebuah perusahaan, kadang membuat mereka harus rela kehilangan waktu bersama keluarga dan para sahabat. Bahkan, untuk menikmati hobi pun terkadang sulit.

Namun, hal itu tak terjadi pada Fara Elmahda. Auditor Eksternal berusia 29 tahun ini justru mengambil kesempatan untuk menjadi freelancer di tengah kesibukannya.

Fara yang memang suka menggambar sejak masih usia dini ini memilih freelance sesuai hobinya, yakni sebagai desainer grafis. Dua bidang yang sangat bertolak belakang ini ditekuni Fara sejak 2009 silam.

Penghasilan sebagai auditor memang tak bisa dipungkiri sudah bisa menghidupi Fara. Dalam sebulan, gajinya mencapai belasan juta rupiah. Lantas mengapa ia masih 'repot' menjalani freelance sebagai desainer grafis?

"Saya cari duit (gaji) di auditor, tapi bersenang-senang di desain grafis," kata Fara kepada Money.id, Rabu 18 Mei 2016.

Kecintaan Fara terhadap dunia seni gambar memang sulit dihilangkan. Sehingga sesibuk apapun dirinya di kegiatan audit, pasti menyempatkan diri untuk menggambar.

"Awalnya dulu saya aktif sebagai desainer grafis untuk acara musik kampus yaitu Jazz Goes To Campus, dua tahun saya membuat poster untuk JGTC, tahun 2007-2008. Mengurus seluruh desain yang berhubungan dengan gambar dan printing material. Ternyata JGTC membuka relasi yang luas, banyak tawaran job datang setelah itu," ucap lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia ini.

 

Namun, semasa kuliah ia tidak terlalu mempedulikan bayaran yang diterimanya. "Ya paling ratusan ribu, waktu itu ada job bikin buku angkatan dari kakak saya. Fee-nya saya gunakan untuk beli buku kuliah ekonomi yang mahal, waktu itu harganya bisa Rp400 ribuan. Di kampus saya kan nggak boleh pakai buku bajakan, harus yang asli," tuturnya.

Setelah lulus, Fara bekerja di sebuah perusahaan asing yang bergerak di bidang perminyakan. Saat itulah ia menerima tawaran freelance dengan bayaran yang menggiurkan.

"Saya dapat job pertama setelah lulus itu dari Mandiri Sekuritas. Waktu itu saya diminta bikin poster acara kompetisi saham, tahun 2009 dan 2010. Waktu itu dibayar Rp1,5 juta per desain," ungkap anak bungsu dari tiga bersaudara ini.

Saat itulah, Fara mulai serius dengan pembayarannya sebagai freelancer. Dari yang semula 'harga teman', menjadi profesional.

"Tahun 2009 mulai berbayar pakai kuitansi, karena perusahaan kan biasanya minta pakai invoice, penghasilan dari job itu dipotong pajak dan sebagainya. Dari situ saya mulai berpikir untuk pakai template yang lebih serius saat terima job dari perusahaan-perusahaan besar," jelasnya.

Tawaran freelance pun semakin banyak berdatangan. Tahun berikutnya saat mulai bekerja di sebuah kantor auditor terkemuka, Pricewaterhouse Coopers (PwC), yang terkenal memiliki tingkat kesibukan tinggi, Fara tetap membagi waktunya sebagai freelancer.

"Saya sempat 3-4 bulan freelance jadi desainer lay out majalah lifestyle, fee-nya Rp2,5 juta per edisi. Akhirnya nggak sanggup, karena kerjaan saya makin banyak, akhirnya saya mundur," ujar gadis berkacamata ini.

Akhirnya Fara memilih job yang tidak terikat, salah satunya mendesain buku tahunan sekolah. Hasilnya lumayan, satu edisi ia bisa mengantongi sekitar Rp6 jutaan.

Lalu kemana uang hasil kerja sampingan Fara itu?

"Uang hasil freelance dijadiin barang modal. Saya beli buku desain grafis, jadi kalau ke klien tinggal liatin aja mereka mau warna apa, itu memudahkan karena di dalamnya ada kode-kode warna yang bisa membantu saya desain di Photoshop. Harganya sekitar Rp500 ribuan. Terus beli printer, laptop, dan alat-alat gambar, karena saya suka gambar," katanya.

Fara pun dikenal senang membantu teman-temannya tanpa mematok bayaran. Seperti mendesain undangan pernikahan, pop up berbingkai untuk souvenir, hingga logo.

"Saya sebenarnya lebih suka terima job dari teman. Kemarin juga habis bantu teman desain logo untuk toko Casa Vape, by request saja, karena itu job saya juga lebih banyak dari teman sendiri. Bayarannya biasanya berupa barang, apa saja yang saya mau, pernah dikasih spidol gambar dari Jepang, itu terkenal banget dan bagus. Harganya bisa jutaan rupiah," ujarnya bersemangat.

Saat ini Fara tengah mengerjakan sebuah project untuk restoran Ruang Tengah yang berlokasi di Sarinah, Jakarta Pusat. Di sana ia mendesain ulang mulai dari display ruangan, brosur, banner hingga menu. Lagi-lagi job ini dia dapat dari temannya.

NEXT: Kerja Seimbang antara Jadi Karyawan dan Freelancer >>>

Related

Komentar

Recommended

What Next

More From News Section