1. HOME
  2. NEWS
NEWS

RJ Lino Akhirnya Penuhi Panggilan Bareskrim Polri

Seperti apa sepak terjang Direktur Utama Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II itu?

By Dwifantya Aquina 9 November 2015 11:50
Direktur Utama Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II RJ Lino

Money.id - Direktur Utama Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II, Richard Joost Lino akhirnya memenuhi panggilan Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus (Tipideksus) Bareskrim Mabes Polri, Senin 9 November 2015. Ia akan dimintai keterangan terkait pengusutan dugaan korupsi pengadaan 10 mobil crane di Pelindo II.

Saat tiba di Bareskrim, RJ Lino enggan memberikan keterangan seputar pemanggilannya. Ia hanya mengatakan bahwa dirinya siap menjalani pemeriksaan.

Terlebih, menurutnya dia hanya menjalani pemeriksaan sebegai saksi. "Saya jadi saksi kok. Pasti siap lah," kata dia.

Lino datang mengenakan jas dan kemeja berwarna putih dengan didampingi para bodyguard-nya.

RJ Lino seharusnya diperiksa pada Senin 2 November lalu. Namun yang bersangkutan melalui pengacaranya mengatakan tidak dapat hadir karena surat panggilan polisi menurutnya tidak sah.

Kasus yang melibatkan RJ Lino berawal dari temuan penyidik Bareskrim yang kala itu masih dipimpin oleh Komisaris Jenderal Polisi Budi Waseso. Pengadaan mobile crane perusahaan BUMN itu diduga tak sesuai dengan perencanaan sehingga menyebabkan kerugian negara. Pengadaan itu pun diduga diwarnai penggelembungan anggaran.

Kasus dugaan korupsi ini disidik sejak Agustus lalu. Sejauh ini, penyidik telah memeriksa 45 saksi. Para saksi tersebut rata-rata merupakan karyawan Pelindo. Atas kasus itu, penyidik sudah menetapkan Direktur Teknik Pelindo Ferialdy Noerlan sebagai tersangka.

Saat rapat Pansus Angket Pelindo II digelar di DPR pada Selasa 20 Oktober lalu, mantan Kabareskrim Komjen Budi Waseso yang kini menjabat sebagai Kepala Badan Narkotika Nasional menyampaikan kronologis penanganan kasus korupsi 10 mobile crane yang sempat ditanganinya itu.

Budi menjelaskan terdapat dugaan tindak pidana korupsi dan pencucian uang dalam pengadaan 10 mobile crane di PT Pelindo II, yang merugikan negara sebesar Rp45,65 miliar.

Budi mengatakan, angka kerugian negara tersebut merupakan hasil audit sementara dari Badan Pemeriksa Keuangan tahun 2014 dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan pada 2013. Hal ini disebabkan karena 10 mobile crane itu tidak dapat difungsikan.

"Ketika kami lakukan pengecekan, seolah-olah speedometer dari 10 unit mobile crane telah rusak, sehingga kami tidak bisa melakukan pengecekan penggunaan mobile crane itu," kata Budi saat rapat pansus.

Menanggapi angka kerugian tersebut anggota fraksi PDIP Andreas Eddy Susetyo mempertanyakan soal status audit tersebut. "Audit tadi disebut sementara, apakah sudah final?" kata Andreas.

Selain itu, ia juga mempertanyakan persoalan keterlibatan dan tanggung jawab direksi lainnya atas kasus ini. Karena menurutnya jika satu terlibat, maka yang lain tidak bisa lepas.

Sedangkan, anggota Fraksi Partai Amanat Nasional, Daeng Muhamad juga mempertanyakan tindak lanjut hasil temuan saat penggeledahan, yang menemukan tiga kasus lainnya.

Budi pun menjawab bahwa audit sementara dari BPK dan BPKP sudah diterima oleh pihaknya saat itu. Budi menyatakan, tim auditor BPK dan BPKP juga sempat patah arang, namun dirinya meyakinkan bahwa kasus ini akan terus ditindaklanjuti dan pada akhirnya mereka berjanji akan menyelesaikannya.

"Mereka auditor itu berjanji 1000 persen akan selesaikan. Mereka mengatakan dan memastikan ini adalah total lost. Karena itu kami terus bersemangat menyelesaikan kasus ini," jelasnya.

Mengenai keterlibatan jajaran direksi lainnya, Budi menjelaskan bahwa pihaknya menemukan alat bukti yang membawa Direktur Teknik PT Pelindo II menjadi tersangka. Sehingga, dia yakin kasus ini akan semakin berkembang.

"Kami berkeyakinan bahwa kasus ini akan berkembang sampai ke semuanya. Karena kami sudah melakukan gelar perkara dan meminta saksi ahli," kata Budi.

Sementara untuk tiga kasus yang ditanyakan Daeng, Budi menyatakan bahwa ketiga kasus tersebut merupakan pengembangan proses penyelidikan. Namun, saat ditemukan dan sedang dilakukan pendalaman, terjadi penggantian jabatan dirinya yang berimbas mutasi ke BNN. Tetapi dia yakin bahwa penyidik Bareskrim akan menindaklanjuti kasus-kasus tersebut.

Budi juga mengatakan pihaknya menangani kasus korupsi Pelindo II secara serius karena sudah menjadi perintah presiden dan undang-undang untuk menuntaskannya. Sehingga dirinya berharap agar pansus dapat mendorong prosesnya sampai ke pengadilan.

"Oleh sebab itu kami juga berharap agar pansus mendorong prosesnya bisa sampai ke peradilan," ujarnya.

Namun, sejak awal RJ Lino menolak jika Pelindo II dipersalahkan dan dikait-kaitkan dalam kasus suap bongkar muat di pelabuhan Tanjung Priok yang menjerat sejumlah pejabat Kementerian Perdagangan (Kemendag) termasuk terkait dugaan korupsi pengadaan 10 crane. Ia berdalih lamanya waktu bongkar muat di pelabuhan (dwelling time) justru merupakan sandiwara besar yang dilakukan sejumlah oknum di kementerian.

Menurut Lino, Pelindo II sebagai operator pelabuhan hanya mengerjakan kegiatan bongkar muat dan tidak mengurus masalah perizinan ataupun kelengkapan dokumen.

“Lamanya barang itu di pelabuhan bukan karena saya (Pelindo II). Itu penyelesaian dokumennya. Saya cuma mengerjakan bongkar muat saja. Begitu dokumennya selesai, barang keluar,” kata Lino.

Lino menilai perizinan untuk impor di Indonesia tidak efisien sehingga memberikan ruang bagi oknum pemerintah untuk melakukan tindak korupsi.

Kementerian Perdagangan, kata Lino, dalam setahun mengeluarkan sekitar 360 ribu izin bagi para importir di Pelabuhan Tanjung Priok. Untuk mengurus ribuan izin tersebut, importir harus datang langsung membawa dokumen fisik (hardcopy) dan tidak bisa secara online.

"Saya tidak merasa bersalah. Apa yang saya kerjakan benar, dan sudah ada bukti apa yang sudah saya lakukan. Saya bekerja bukan untuk kepentingan saya, saya seolah banyak omong dan salahkan orang lain, memang orang itu salah dan perlu diingatkan," tegasnya.

(da/da)

Related

Komentar

Recommended

What Next

More From News Section