1. HOME
  2. NEWS
JOKOWI

Terkuak! Dokumen Asli Broker Pertemuan Jokowi-Obama

Meski membantah gunakan jasa broker, Pemerintah Indonesia enggan menuntut Michael Buehler. Kenapa?

By Dwifantya Aquina 10 November 2015 11:58
Presiden Joko Widodo bersama Presiden AS Barack Obama (Setkab.go.id)

Penulis sekaligus dosen Ilmu Politik Asia Tenggara di School of Oriental and African Studies di London, Michael Buehler mengunggah dokumen resmi terkait dugaan penggunaan broker dalam kunjungan Presiden Joko Widodo dengan Presiden Barack Obama.

Dokumen tersebut diunggahnya dalam tautan Facebook Michael Buehler V. Klik di sini untuk melihat dokumen tersebut.

Dokumen yang dikeluarkan oleh Kementerian Kehakiman AS itu menyebut adanya kontrak antara Pereira International selaku penyewa, dan pemerintah Indonesia sebagai penyewa jasa konsultan tersebut. Dokumen tersebut memuat 10 subperjanjian.

Nama R&R International selaku pendaftar tertulis dalam surat kontrak bernomor 6229 pada sub nomor pertama. Sementara Pereira selaku penyewa terdapat pada sub nomor tiga. Perusahaan ini beralamat di 80 Rafles Place UOB Plaza 1, #35-29, Singapore 048624.

Peran Pemerintah Indonesia selaku penyewa dalam dokumen itu termaktub pada sub nomor sembilan. Di situ tertulis jika Pereira International selaku Foreign Principal disewa oleh pejabat eksekutif pemerintah Indonesia.

Adapun jasa yang harus disediakan Derwin Pereira selaku klien, yakni pihak yang memberikan pekerjaan kepada R&R International dan menandatangani dokumen tersebut atas nama Pereira International Pte Ltd, terdapat pada sub nomor tujuh. Pada sub ini terdapat empat poin.

Dokumen yang diunggah Buehler (http://www.fara.gov/docs/6229-Exhibit-AB-20150617-3.pdf.)

Poin pertama menyebut pendaftar bakal menyediakan jasa konsultasi dan lobi untuk pemerintah Indonesia. Poin kedua mengatur untuk dapat menghadiri pertemuan dengan para pembuat kebijakan dan anggota-anggota Kongres AS, termasuk Departemen Dalam Negeri AS.

Poin ketiga mengusahakan peluang untuk bertemu dengan para anggota Kongres dalam kunjungan Presiden Joko Widodo ke AS. Yang terakhir, yakni poin keempat mengidentifikasi dan bekerja dengan individu-individu penting, media, organisasi publik, dan swasta serta pihak lain di AS untuk mendukung pekerjaan yang sedang dilakoni Presiden Jokowi.

Dalam akun Facebook-nya, Buehler menyebut, dokumen tersebut merupakan jawaban atas bantahan Kementerian Luar Negeri.

"Kemenlu melakukan konferensi pers terkait artikel yang saya tulis. Jika Kemenlu tidak mengetahui siapa yang menandatangani kontrak konsultan dengan juru lobi, lalu siapa mereka?" tulis statusnya, Sabtu lalu.

Menurutnya, dalam kontrak tersebut jelas menyebut kepala negara asing dalam hal ini Republik Indonesia sebagai klien dari perusahaan konsultan R&R.

"Kepala negara Republik Indonesia telah menugaskan konsultan sebagai perwakilan eksekutif dari Pemerintah Indonesia," tegasnya.

Luhut Angkat Bicara

Merespons berita penggunaan broker ini, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, pertemuan antara Presiden Joko Widodo dan Presiden Amerika Serikat Barack Obama tidak disusun oleh pihak ketiga atau konsultan public relation manapun.

Menurut Luhut, undangan kunjungan kenegaraan tersebut sesungguhnya telah disampaikan Obama kepada Jokowi secara langsung pada forum Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC) di Beijing, November 2014 silam.

"Jadi tidak ada urusan dengan broker," ucap Luhut kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin kemarin, 9 November 2015.

Secara khusus, Luhut sore tadi meminta masyarakat agar tidak mudah terpengaruh dengan isu-isu yang dilemparkan peneliti maupun media asing. Ia mendorong masyarakat untuk mempercayai integritas para pejabat tinggi pemerintah RI.

"Percayalah, pemimpin Indonesia mempunyai harga diri. Kami tidak bisa dibeli oleh bule-bule itu. Memangnya siapa mereka," kata Luhut.

Namun ketika ditanya apakah pemerintah akan menuntut penebar tudingan itu, intonasi Luhut seketika turun.

"Ngapain kita pakai-pakai upaya hukum?" jawabnya.

Luhut menegaskan, pemerintah Indonesia tidak menggunakan jasa pelobi saat Presiden Jokowi bertemu Obama pada November lalu, meski penggunakan jasa pelobi di Amerika Serikat merupakan hal yang lumrah.

Menurut Luhut, para pengusaha lah yang kerap menggunakan jasa pelobi. Hal ini dilakukan untuk mengawal kepentingan bisnisnya di Amerika Serikat.

"Ya suka-sukanya pengusaha, dia mau bayar orang untuk ngurusin perusahaanya kan boleh-boleh saja," kata Luhut.

"Saya tahu kok ada lobi-lobi itu untuk kepentingan perdagangan. Jadi perusahaan-perusahaan Indonesia yang ada kepentingannya di Amerika misalnya kelapa sawit, pulp, udang, lingkungan, mereka memanfaatkan momen kunjungan presiden itu untuk melakukan pendekatan sana-sini. Tidak ada yang aneh, dan itu sah-sah saja," tambahnya.

Luhut juga merasa tidak perlu untuk meminta klarifikasi dari penebar tudingan itu.

"Kenapa pula kita harus menuntut? Enggak ada yang salah," kata Luhut.

Suka Artikel Ini? KLIK LIKE

Baca Juga

(da/da)

Related

Komentar

Recommended

What Next

More From News Section