1. HOME
  2. NEWS
NEWS

Soal 'Panama Papers' Pemerintah Didesak Perbaiki Kepastian Hukum

Kurangnya kepastian hukum di Indonesia terutama soal pajak, membuat para pengusaha kabur

By Rohimat Nurbaya 13 April 2016 06:40
Panama Papers (BBC)

Money.id - Kementerian keuangan sempat menyebut, ada 6.000 pengusaha Indonesia yang menginvestasikan uangnya di luar negeri total uangnya mencapai Rp11.450 triliun. Dari 6.000 pengusaha tadi, 2.000 di antaranya berinvestasi di Panama dan turut terseret dalam skandal 'Panama Papers'.

Ketua Perhimpunan Bank Bank Umum Nasional (Perbanas), Sigit Pramono menyarankan, terkait banyaknya pengusaha Indonesia berinvestasi di luar negeri, ke depan harus ada perbaikan masalah aturan soal bisnis di Tanah Air, supaya Indonesia bisa berkompetisi dengan negara lain. Caranya dengan melakukan reformasi hukum.

Pasalnya menurut Sigit, kurangnya kepastian hukum di Indonesia terutama soal pajak, membuat para pengusaha kabur dan memilih berbisnis serta mendirikan perusahaan cangkang atau shell company di luar negeri.‎

"Kepastian hukum harus dilakukan, mereka banyak yang tidak mau menggunakan hukum Indonesia karena apabila bersangketa urusannya panjang," kata Sigit dalam acara 'Membedah Kontroversi Panama Papers dan Tax Amnesty di Wisma Bisnis Indonesia, Jakarta Pusat, kemarin.

Sigit menilai, peradilan Indonesia lama dan soal banding prosesnya bisa sampai bertahun-tahun. Dia mencontohkan, misalnya kalau menggunakan hukum di Singapura peradilan sekali saja. Itu salah satu alasan, pengusaha lebih memilih Singapura sebagai tempat berinvestasi ketimbang Indonesia.

Pertimbangan lain, pengusaha enggan berinvestasi di Indonesia karena pajak di luar negeri lebih rendah. Berkaitan dengan hal tersebut, ke depannya Pemerintah Indonesia harus melakukan reformasi perpajakan sehingga bisa lebih baik lagi.

Sementara itu, pengamat perpajakan ‎sekaligus aktivis Gerakan Anti Korupsi (GAK), Yustinus Prastowo mengatakan, selain harus memiliki kepastian hukum, pemerintah Indonesia juga harus memberikan ruang kepada pengusaha supaya bisa mengembangkan perusahaannya.

Kata Yustinus, dia sempat berbicara dengan pengusaha e-commerce yang memilih berinvestasi di Singapura. Salah satu alasan pengusaha itu tidak mau menanamkan modal atau berjualan di Indonesia, belum apa-apa sudah dimintai saham 40 persen. "Saya kira Kalau seperti itu semua pengusaha malah pada kabur," jelas dia.

Yustinus menambahkan, terkait kebijakan Tax Amesty atau pengampunan pajak, sebelum benar-benar diputuskan seharusnya pemerintah Indonesia lebih hati-hati. Dia menegaskan, jangan sampai dengan keringanan pajak, yang datang itu malah pengu‎saha mandul.

Dia menuding, terkait hal tersebut Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai pihak legislatif yang bertugas mensahkan undang-undang Tax Amnesty tersebut belum serius dan hanya menyetujui saja, tidak melakukan risset dan survei Kalau seperti itu, malah bisa menjadi boomerang bagi pemerintah.

Dia mencontohkan, Kementrian Keuangan menargetkan dengan disahkan undang-undang Tax Amnesty akan membawa pulang Rp2.000 triliun, tapi menurut Yustinus hal tersebut tidak mungkin dilakukan, paling hanya Rp500 triliun yang bisa dibawa pulang ke Indonesia karena sudah dijadikan aset dan rumah di luar negeri.

"Sehingga memerlukan pengawalan khusus dari kita semua tentang Tax Amnesty ini," jelas dia.

Baca Juga


(rn/rn)

Related

Komentar

Recommended

What Next

More From News Section