1. HOME
  2. NEWS
NEWS

Pemerintah dan DPR Sepakat Tunda Pembahasan Revisi UU KPK

Namun, UU KPK tidak dicabut dari program legislasi nasional di Baleg DPR, yang artinya sewaktu-waktu bisa saja dibahas kembali.

By Dwifantya Aquina 22 Februari 2016 18:02
Presiden Joko Widodo dan Ketua DPR RI Ade Komarudin (Setkab.go.id)

Money.id - Pemerintah akhirnya sepakat menunda pembahasan Revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Usai pertemuan dengan pimpinan Dewan Permusyawaratan Rakyat (DPR) di Istana Merdeka, Jakarta, Senin 22 Februari 2016, Presiden Joko Widodo menyampaikan pandangannya atas keputusan tersebut.

“Tadi, setelah berbicara banyak mengenai rencana revisi undang-undang KPK tersebut, kita bersepakat bahwa revisi ini sebaiknya tidak dibahas saat ini, ditunda,” kata Presiden Joko Widodo seperti dikutip dari laman Setkab.go.id.

Presiden menegaskan, dirinya sangat menghargai proses-proses dinamika politik yang ada di DPR, khususnya dalam rencana revisi Undang-Undang KPK itu.

“Saya memandang perlu adanya waktu yang cukup untuk mematangkan rencana revisi undang-undang KPK dan sosialisasinya kepada masyarakat,” tegas Jokowi.

Dalam pertemuan yang dilakukan sejak pukul 13.30 WIB tersebut, hadir pimpinan DPR yakni Ketua DPR Ade Komarudin, Wakil Ketua DPR Fadli Zon, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah, Wakil Ketua DPR Agus Hermanto, Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan, serta beberapa pimpinan fraksi antara lain Ketua FPD Edhie Baskoro Yudhoyono, Teguh Juwarno dari FPAN, Saifullah Tamliha dari FPPP, Nurdin Tampubolon dari FHanura, Aboe Bakar Alhabsy dari PKS, dan Arif Wibowo dari FPDIP.

Sedang dari pihak Istana hadir langsung Presiden Jokowi, Menko Polhukam Luhut Pandjaitan, Mensesneg Pratikno, dan Menkum HAM Yasonna Laoly.

Setelah Jokowi, pernyataan dilanjutkan oleh Ketua DPR Ade Komarudin yang senada mengumumkan penundaan revisi UU KPK. Namun, menurut Ade, UU KPK tidak dicabut dari program legislasi nasional di Baleg DPR, yang artinya sewaktu-waktu bisa saja dibahas kembali.

Ade pun menjelaskan bahwa sejatinya DPR dan pemerintah sepakat terkait empat poin yang akan direvisi di UU KPK yakni terkait penyadapan, penghentian penyidikan atau SP3, dewan pengawas, dan penyidik independen.

“Waktu akan dipergunakan untuk memberikan penjelasan kepada seluruh masyarakat indonesia karena kami bersama pemerintah sama sepakat dengan empat poin yang menjaid konsen untuk dilakukan penyempurnaan itu, dan sesungguhnya sangat bagus untuk menguatkan KPK dimasa yang akan datang. Namun perlu waktu untuk menjelaskan kepada seluruh rakyat indonesia terutama para penggiat anti korupsi,” ujar Ade.

Ketua DPR RI itu menegaskan, penundaan ini bukan karena tekanan siapapun, namun karena semata-semata secara bersama-sama bersepakat antara DPR dengan Pemerintah untuk bagaimana agar seluruh mekanisme kenegaraan berjalan dengan baik.

Revisi UU Bikin KPK 'Kiamat'

Koordinator Monitoring Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho menyebut bahwa pasal-pasal yang tertera dalam draf Revisi UU KPK tersebut sebagai upaya pelemahan terhadap komisi antirasuah. Bukan kali ini saja, dalam jangka waktu kurang dari satu tahun, sudah ada dua kali upaya merevisi UU KPK.

"Patut diduga, Revisi UU KPK menjadi agenda dari pihak-pihak yang tidak suka terhadap ekstistensi KPK memberantas korupsi. Bahkan banyak pihak menduga bahwa usulan Revisi UU KPK merupakan titipan para koruptor atau pihak-pihak yang berpotensi menjadi tersangka KPK," kata Emerson beberapa waktu lalu.

Dalam catatan ICW, sedikitnya terdapat 17 hal krusial dalam revisi UU KPK yang dianggap dapat mematikan komisi antirasuah itu secara perlahan.

Salah satunya yakni terkait umur KPK yang dibatasi hanya 12 tahun. Hal tersebut tercantum dalam Pasal 5 dan Pasal 73 Revisi UU KPK.

Pasal itu menyebutkan secara spesifik bahwa usia KPK hanya 12 tahun sejak Revisi UU KPK disahkan. Menurut Emerson, ini adalah kiamat pemberantasan korupsi, bukan hanya bagi KPK tapi juga Indonesia.

Sebelumnya, Presiden Jokowi sempat mengutarakan tak akan membiarkan revisi UU KPK bergulir jika melemahkan komisi antirasuah itu. Namun, pada rapat di Badan Legislasi (Baleg) DPR yang digelar 1 Februari lalu, jelas terlihat bahwa presiden mengetahui hal ini. Sebabnya, salinan draf revisi UU KPK adalah versi Presiden Joko Widodo yang diberikan melalui Menteri Hukum dan HAM.

Meski terjadi polemik, dan bahkan banyak yang menolak. PDIP tetap bersikukuh tak akan mengubah draf revisi Undang-Undang KPK.

PDIP sebagai motor pengusul revisi UU KPK merasa draf yang ada saat ini sudah cukup baik.

Draf yang diusulkan saat ini memuat empat poin perubahan. Pertama, dewan pengawas akan dibentuk untuk mengawasi kinerja KPK. Kedua, KPK diberi wewenang untuk menerbitkan SP3.

Ketiga, penyadapan yang dilakukan KPK harus seizin dewan pengawas. Dan terakhir, KPK juga tidak diperbolehkan mengangkat penyidik dan penyelidik sendiri.

Menurut PDIP, tak ada upaya melemahkan KPK yang terkandung dalam keempat poin tersebut.

 

(da/da)

Related

Komentar

Recommended

What Next

More From News Section