1. HOME
    2. NEWS
NEWS

Langkah Jokowi Merevisi UU Terorisme Penuh Tantangan

By Dwifantya Aquina 20 Januari 2016 18:32
Perppu UU Terorisme

Sekretaris Kabinet Pramono Anung mencontohkan serangan teroris di jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, pada Kamis 14 Januari lalu, sebagai 'bukti' kelemahan undang-undang yang ada saat ini.

"Pemerintah sudah jauh-jauh hari mendeteksi, tapi karena payung hukum yang ada, maka pada waktu itu 19 orang yang ada bukti kuat (tidak bisa ditindak)," ungkap Pramono.

Pramono juga merujuk penangkapan sekitar 12 orang terkait aksi teror di Jalan MH Thamrin, baru dilakukan setelah teror terjadi. "Ini menunjukkan perlu ada tindakan preventif dan deradikalisasi. Kita akan kaji mendalam (terkait penindakan), tanpa menghilangkan hal yang utama, HAM," kata dia.

Sementara itu, Ketua DPR Ade Komarudin menilai evaluasi terhadap UU terorisme sebaiknya dalam bentuk peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu), bukan dalam bentuk revisi UU.

"Revisi itu konsekuensinya perlu waktu (panjang). Kalau ini dinilai sebagai kegentingan, bagi DPR nggak masalah kalau dikeluarkan Perppu," kata Ade.

Namun, sejalan dengan Pramono, dia menekankan legislatif dan eksekutif harus berfokus membuat evaluasi undang-undang "yang bisa memburu teroris tanpa melanggar hak asasi manusia".

"Kita belajar dari Malaysia dan Singapura. Yang pulang dari Suriah, langsung dideteksi. Sementara di kita tidak ada, padahal ada 100 lebih orang yang kembali (dari Suriah)," ujar Pramono.

Amandemen UU Terorisme telah diwacanakan beberapa tahun lalu, namun tidak pernah terealisasi.

Ansyaad Mbai, saat menjabat sebagai kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, mengatakan bahwa UU Terorisme tidak mengatur pasal yang dapat menjerat pelaku "penyebar kebencian". Menurutnya, produk UU tersebut lebih bersifat reaktif atau hanya diberlakukan setelah kejadian teror.

Di sisi lain, ada kekhawatiran bahwa apabila UU Terorisme yang direvisi bisa membenarkan aksi aparat dalam penangkapan pengkritik pemerintah, seperti dilakukan pemerintah Malaysia melalui Internal Security Act.

Berdasarkan catatan kepolisian pada November 2015 lalu, terdapat 384 warga negara Indonesia yang sudah terkonfirmasi bergabung dengan ISIS di Irak dan Suriah. Sebanyak 46 di antara mereka sudah kembali ke Indonesia.

Related

Komentar

Recommended

What Next

More From News Section