1. HOME
  2. NEWS
RIZAL RAMLI

Kontroversi Rizal Ramli yang Jadi Sorotan di Kabinet Kerja

Ia dikenal vokal dalam mengkritisi kinerja pemerintah, termasuk pemerintahan Jokowi-JK.

By Dwifantya Aquina 22 September 2015 10:23
Menteri Koordinator (Menko) Bidang Kemaritiman Rizal Ramli (Facebook)
Banyak pihak terkejut ketika Presiden Joko Widodo memilih Rizal Ramli untuk mengisi posisi Menteri Koordinator (Menko) Bidang Kemaritiman menggantikan Indroyono Soesilo di Kabinet Kerja. Sebab, Rizal Ramli selama ini dikenal sangat garang terhadap Bank Dunia, IMF, dan ADB. Tiga lembaga keuangan internasional yang dicap telah mencelakakan Indonesia.
 
Pria kelahiran Padang, Sumatera Barat, 60 tahun yang lalu itu dikenal sangat vokal dalam mengkritisi kinerja pemerintah, termasuk pemerintahan Jokowi-JK. Meski kerap vokal mengkritik pemerintah, namun pada akhirnya mantan Menteri Keuangan dan Menko Perekonomian di era mantan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) itu akhirnya kembali dilibatkan dalam pemerintahan.
 
Sepak terjang Rizal sebelum dan sesudah menjadi menteri selalu menarik untuk diikuti. Terutama sebagai ekonom atau pengamat ekonomi, kritiknya terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah tak pernah surut.
 
Beberapa hari sebelum reshuffle kabinet, intensitas Rizal muncul di media massa kian meningkat. Ia lantang berbicara soal solusi mengatasi krisis ekonomi di Indonesia. Soal pengalaman memang tak terbantahkan mengingat ia pernah menjadi Menteri Perekonomian era Gus Dur.
 
Namun rupanya Jokowi melihat Rizal lebih pas di posisi Menko Bidang Kemaritiman yang membawahi empat kementerian, yakni Kementerian Pariwisata, Kementerian Perhubungan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, serta Kementerian Kelautan dan Perikanan. 
 
Baru sehari dilantik menjadi menteri, dia sudah membuat sejumlah pernyataan kontroversial. Bahkan ia langsung membuka front perseteruan dengan Menteri BUMN Rini Soemarno dengan mengomentari hal-hal di luar kewenangannya, antara lain soal pembelian pesawat Garuda.
 
Ia meminta Menteri Rini membatalkan pembelian sejumlah pesawat untuk penerbangan jarak jauh. Proyek ini dianggapnya tidak layak. Menurut Rizal, penerbangan jarak jauh Garuda, Jakarta-Amerika dan Jakarta-Eropa tidak laku dan telah menjadi sumber kerugian banyak perusahaan penerbangan termasuk Singapura. 
 
Menanggapi pernyataan keras ini, Rini hanya berkata bahwa proyek Garuda bukanlah urusan Rizal. 
 
Istana tak tinggal diam. Tim Komunikasi Presiden, Teten Masduki menyebut Rizal Ramli telah ditegur presiden atas pernyataannya tentang Garuda tersebut.
 
Tak berhenti sampai disitu, Rizal kembali membuat pernyataan yang penuh kontroversi terkait Program Listrik 35 Ribu Mega Watt yang digagas Jokowi dan Jusuf Kalla. Proyek yang kini berada dibawah Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said.
 
Ia mengatakan, target pengembangan listrik 35 ribu MW itu harus direvisi. Alasannya, target itu tidak realistis karena terjadi perlambatan pertumbuhan ekonomi. Sebelumnya target itu dipatok dengan asumsi pertumbuhan ekonomi 5,6 persen per tahun. 
 
Menteri Sudirman Said tak gentar. Ia kukuh tidak akan merevisi target tersebut dengan dalih itu merupakan proyeksi kebutuhan listrik nasional hingga 2019.
 
Pernyataan Rizal ini kemudian mendapat reaksi keras dari Wapres Jusuf Kalla. JK menganggap Rizal tak paham soal pembelian pesawat Garuda dan pembangunan listrik 35.000 MW. 
 
Terkait pembelian pesawat, JK mengatakan bahwa saat ini yang sedang terjadi baru pada tahap penandatanganan letter of intent dan belum masuk dalam ranah pembelian. 
 
Tentang listrik juga memang terkesan tak masuk akal, tapi pemerintah terus melakukan evaluasi. Dan Rizal diminta untuk mempelajari masalah dulu sebelum mengkitik, apalagi itu proyeknya Presiden Jokowi. Namun Rizal seakan tak peduli. Ia malah mengajak JK berdebat.
 
Belum lama ini, Rizal juga kembali lantang menyerukan ada mafia dalam bisnis listrik prabayar yang dijalankan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). Menurutnya, nilai manfaat riil yang diterima masyarakat dari nominal pulsa listrik yang dibelinya hanya sekitar 70 persen. 
 
"Mereka (masyarakat) beli pulsa Rp100 ribu ternyata listriknya hanya Rp73 ribu. Itu kan kejam sekali, 27 persen disedot oleh provider yang kalau boleh dibilang setengah mafia. Untungnya besar sekali," kata Rizal usai rapat koordinasi kelistrikan di kantornya, Senin 7 September 2015 lalu.
 
Menurut Rizal, ada permainan monopoli di PLN selaku penyedia layanan (provider) yang mengakibatkan ada kewajiban bagi masyarakat untuk beralih ke meteran prabayar. 
 
Kegeraman Rizal membuatnya langsung menginstruksikan Direktur Utama PLN Sofyan Basir untuk memberikan kebebasan masyarakat memilih, apakah ingin menggunakan meteran pascabayar atau prabayar. Selain itu, Rizal juga meminta Sofyan memastikan rakyat menerima kemanfaatan lebih besar dari token listrik yang dibeli. 
 
Dengan segala kontroversi dan kritik vokalnya, akankah Rizal Ramli mampu memperkuat kabinet Jokowi? Mari kita lihat saja kelanjutan sepak terjang Rizal di Kabinet Kerja.
 

(da/da)

Komentar

Recommended

What Next

More From News Section