1. HOME
  2. NEWS
REVISI UU KPK

DPR Ajukan Revisi UU KPK, ICW: Kiamat Sudah Dekat!

KPK kembali dilemahkan melalui upaya revisi UU. Akankan Presiden Jokowi setuju?

By Dwifantya Aquina 7 Oktober 2015 17:55
Plt Ketua KPK Johan Budi dan pimpinan KPK lainnya (Setkab.go.id)

Money.id - Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia berinisiatif untuk mengajukan usulan Revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Menyikapi hal tersebut, Koordinator Monitoring Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho menyebut bahwa pasal-pasal yang tertera dalam draf Revisi UU KPK tersebut sebagai upaya pelemahan terhadap komisi antirasuah. Bukan kali ini saja, dalam jangka waktu kurang dari satu tahun, sudah ada dua kali upaya merevisi UU KPK.

"Patut diduga, Revisi UU KPK menjadi agenda dari pihak-pihak yang tidak suka terhadap ekstistensi KPK memberantas korupsi. Bahkan banyak pihak menduga bahwa usulan Revisi UU KPK merupakan titipan para koruptor atau pihak-pihak yang berpotensi menjadi tersangka KPK," kata Emerson, Rabu 7 Oktober 2015.

Dalam catatan ICW, sedikitnya terdapat 17 hal krusial dalam revisi UU KPK yang dianggap dapat mematikan komisi antirasuah itu secara perlahan.

Salah satunya yakni terkait umur KPK yang dibatasi hanya 12 tahun. Hal tersebut tercantum dalam Pasal 5 dan Pasal 73 Revisi UU KPK.

Pasal itu menyebutkan secara spesifik bahwa usia KPK hanya 12 tahun sejak Revisi UU KPK disahkan. Menurut Emerson, ini adalah kiamat pemberantasan korupsi, bukan hanya bagi KPK tapi juga Indonesia.

"Karena pendirian KPK adalah salah satu mandat reformasi, dan publik berharap banyak terhadap kerja KPK. Pembubaran KPK secara permanen melalui Revisi UU KPK yang disahkan, akan menjadi lonceng peringatan yang baik untuk koruptor, tapi jadi penanda datangnya kiamat bagi publik dan upaya pemberantasan korupsi," kata dia.

Pasal lain yang dinilai kontroversial adalah Pasal 13 yang menyebut bahwa dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf d, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, tindak pidana korupsi yang:

(b) menyangkut kerugian negara paling sedkit Rp 50.000.000.000,00

(c) dalam hal Komisi Pemberantasan Korupsi telah melakukan penyidikan dimana ditemukan kerugian negara dengan nilai dibawah Rp 50.000.000.000, maka wajib menyerahkan tersangka dan seluruh berkas perkara beserta alat bukti dan dokumen lain yang diperlukan kepada kepolisian dan kejaksaan dalam waktu paling lama 14 hari kerja, terhitung sejak tanggal diterimanya permintaan Komisi Pemberantasan Korupsi

"Peningkatan jumlah kerugian negara dalam perkara yang dapat ditangani oleh KPK menjadi minimal Rp50 miliar, menjadi salah satu pertanda bahwa lembaga ini sedang dikurangi kewenangannya secara besar-besaran," ujar Emerson.

Padahal, lanjut dia, jika berkaca dari Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK yang berlaku sekarang, nilai kerugian negara yang ditentukan bagi KPK, hanya sebesar Rp1 miliar. Dengan angka ini, ada banyak perkara korupsi besar (grand corruption) yang juga berhasil diungkap oleh KPK.

Menanggapi hal itu, pemerintah melalui Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengatakan pihaknya belum mengambil sikap. Pemerintah akan segera berdiskusi dengan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly untuk membahas inisiatif DPR tersebut.

Jika merujuk pada sikap Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu, lanjut Pratikno, pemerintah tak menghendaki adanya revisi UU KPK. Bahkan, Presiden Jokowi saat itu juga telah mengutus Menkumham untuk membatalkan revisi Undang-Undang KPK yang sudah masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas 2015.

Beberapa waktu lalu polemik soal revisi UU KPK memang sempat muncul. Saat itu, DPR RI menyebut Menkumham Yasonna yang mengajukan revisi UU KPK agar masuk dalam Prolegnas 2015. Namun, menurut Yasonna, usulan revisi itu justru datang dari inisiatif DPR.

Yasonna menyebut, justru DPR yang mendorong agar UU KPK direvisi karena dinilai ada ketidaksempurnaan dalam aturan tersebut. Apalagi belakangan kerja KPK terhambat dengan banyaknya gugatan praperadilan.

Namun, Presiden Jokowi menyatakan menolak adanya revisi UU KPK. Jokowi meminta agar revisi undang-undang tentang KUHP dan KUHAP didahulukan.

Akhirnya, Presiden mengutus Menteri Yasonna untuk membatalkan usulan revisi yang sudah terlanjur masuk dalam Prolegnas 2015 tersebut.

Saat ini, enam fraksi di DPR kembali mengusulkan revisi UU KPK. DPR meyakini, revisi UU akan lebih cepat terlaksana jika menjadi inisiatif DPR. Keenam fraksi itu adalah Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi Partai Nasdem, Fraksi PKB, Fraksi Partai Hanura, Fraksi PPP, dan Fraksi Partai Golkar. Usulan itu disampaikan dalam rapat Badan Legislasi DPR, Selasa 6 Oktober 2015.

(da/da)

Komentar

Recommended

What Next

More From News Section