1. HOME
  2. INSPIRATORY
INSPIRATORY BISNIS

Hanya Lulus SD, Pengusaha Ini Sukses Bangun Gurita Bisnis

Bisnis Eka sempat hancur berkali-kali tetapi berhasil bangkit kembali. Dia juga sempat menggadaikan ijazah SD miliknya.

By Rohimat Nurbaya 16 Oktober 2015 17:40
Eka Tjipta Widjaja (Foto: www.scmp.com)

Money.id - Majala Forbes kembali merilis deretan keluarga terkaya di Indonesia tahun 2015. Keluarga Widjaja pemilik Sinarmas Group berada di posisi 28 keluarga terkaya se-Asia. Total kekayaan mereka sebesar US$5,8 miliar atau setara Rp75 triliun.

Sinarmas Group didirikan Eka Tjipta Widjaja. Perusahaan itu menaungi lebih dari 200 perusahaan dengan ratusan ribu karyawan. Salah satu bisnisnya terkenal di bidang kelapa sawit.

Eka Tjipta Widjaya sudah merasakan getir hidup sebelum jadi pengusaha sukses. Dia lahir dalam keluarga miskin di Coan Ciu, Hokian, pada 3 Oktober 1923. Penghasilan orangtua pas-pasan memaksanya hanya makan bubur dan ubi setiap hari.

Saat usia 9 tahun, Eka bersama ibu datang ke Makassar, Sulawesi Selatan. Saat itu dia menyusul ayahnya. Di perantauan itu dia membantu ayahnya yang telah memiliki sebuah toko kecil.

Sejak kecil Eka menjual barang dan makanan dari rumah ke rumah. Saat itu hanya berbekal sepeda dan barang eceran dari toko milik ayahnya.

Waktu kecil Eka hanya bisa bicara dalam bahasa Hokkian. Tapi hal itu tidak menyurutkan tekadnya, dia tetap berjualan. Dengan modal bahasa tubuh Eka berhasil menambah penghasilan keluarga.

Setelah dua tahun di Makassar, pria bernama asli Oei Ek Tjhong itu masuk sekolah dasar. Namun, setelah dia tidak bisa melanjutkan pendidikan, hambatannya masalah ekonomi.

Dibesarkan dalam keluarga pedagang, naluri bisnis Eka tertanam kuat dalam pikiran. Pada usia 15 tahun dia mulai usaha sendiri. Usaha pertama yang dia pilih adalah menjual biskuit dan gula.

Bisnis Eka dilakukan tanpa modal sama sekali. Dia mengambil barang dulu dan membayar setelah barang laku.

Awalnya, banyak toko grosir tidak percaya dan tidak mau memberikan barang padanya. Tapi itupun tak membuatnya patah arang.

Saat itu, Eka menjadikan ijazah SD sebagai jaminan agar bisa dipercaya mengambil barang dagangan.

Cara dilakukan Eka berhasil, dia dapat kepercayaan mengambil barang tanpa harus bayar dimuka. Barang dijual tidak banyak. Saat itu dia dapat jatah empat buah kaleng biskuit dan gula-gula kembang senilai 21,50 gulden.

Barang jualan itu dia tawarkan ke toko-toko di wilayah Makasar. Pelan tapi pasti, usahanya berkembang hingga akhirnya bisa berjualan dengan menyewa becak.

Era penjajahan Jepang

Perjalanan usaha Eka tidak mulus. Saat mulai berkembang pasukan Jepang menyerbu Indonesia, termasuk ke Makassar. Bisnis Eka ikut hancur.

Semangat bertahan hidup Eka tidak surut. Ketika mengayuh sepeda keliling Makassar, dia melihat truk tentara Jepang membuang karung tepung terigu, semen, dan besi-besi bekas. Ide bisnis Eka muncul.

Barang bekas tersebut dibawa ke rumah, karung dengan kondisi masih baik dibungkus seperti semula, kemudian dijual kembali. Barang-barang bekas itu ternyata laku. Dia dapat untung.

Namun setelah sekian lama barang bekas itu habis, Eka akhirnya memilih jadi pedagang kopra. Dia selalu total dalam menjalankan bisnis, demi mencari kopra murah sampai berlayar ke daerah Selayar.

Bisnis kopra tidak membuat Eka sukses, karena ada aturan merugikan pengusaha dari penjajah Jepang Eka hampir bangkrut. Dia kemudian mencari peluang usaha lain.

Akhirnya Eka berjualan gula, teng-teng, wijen, dan kembang gula. Tapi ketika usaha tersebut mulai menggeliat, harga gula jatuh. Dia rugi besar. Semua moda miliknya habis, bahkan berutang.

Mulai sukses

Pada usia 37 tahun, Eka pindah dari Makassar ke Surabaya, ekonominya mulai membaik. Dia mendirikan CV Sinar Mas -saat ini namanya PT Sinarmas-. Perusahaan itu bergerak di bidang ekspor hasil bumi dan impor tekstil. Bisnisnya terus berkembang.

Pada 1976 dia mendirikan PT Tjiwi Kimia, perusahaan itu bergerak di bidang bahan kimia. Pada 1980-1981 membeli perkebunan kelapa sawit seluas 10 ribu hektare di Riau. Di sana juga dia membeli mesin sekaligus pabrik kelapa sawit berkapasitas 60 ribu ton.

Pada 1982 dia membeli Bank Internasional Indonesia (BII), bisnis tersebut berkembang pesat. Saat itu asetnya hanya dua cabang atau senilai Rp13 miliar. Hanya beberapa tahun saja aset bertambah jadi 40 cabang dengan total nilai Rp9,2 triliun.

Pada 1984 Eka membeli PT Indah Kiat, perusahaan itu bergerak dalam produksi pulp. Saat itu barang dihasilkan hanya 50 ribu ton per tahun, tapi sepuluh tahun kemudian mampu memproduksi 700 ribu ton pulp dan 650 ribu ton kertas per tahun.

Tidak berhenti di sana, Eka merambah ke bisnis real estate. Dia membangun ITC Mangga Dua, ITC Kuningan City atau terkenal dengan Mall Ambassador serta apartemen Green View.

Krisis Ekonomi

Krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada 1998 membuat banyak perusahaan gulung tikar. Bisnis yang dibangun Eka juga ikut guncang. Dia terpaksa melepas BII serta 39 perusahaan lain kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional. Saat itu nilai totalnya US$1,2 miliar.

BII terguncang karena terlalu banyak mengucurkan kredit untuk membiayai usaha grup sendiri. Eka dan empat putranya yakni Indra Widjaja, Muchtar Widjaja, Teguh Widjaja, dan Franky Widjaja harus menyerahkan diri sebagai jaminan pribadi atas penyelesaian seluruh utang kepada pemerintah.

Saat itu Bank Indonesia juga melarang mereka mengelola bank selama lima tahun. Alasannya, keluarga Eka tidak hati-hati sehingga melanggar batas maksimal pemberian kredit.

Salah satu unit grupnya, yakni Asia Pulp and Paper Co, terjebak utang raksasa. Akibat terlalu banyak obligasi diterbitkan, utangnya menjadi US$12 miliar.

Asia Pulp and Paper yang terdaftar di bursa Wall Street, tercatat sebagai penerbit surat utang terbesar di dunia. Banyak orang mengira, gurita bisnis Eka yang dirintis sejak 1960-an bakal berakhir.

Nasib baik berpihak pada keluarga Widjaja ini. Dengan keteguhan hati dan keuletan secara perlahan Sinar Mas bangkit menyelesaikan berbagai persoalan. Urusan utang dengan Badan Penyehatan Perbankan Nasional selesai pada 2004.

Sejak saat itu, Grup Sinar Mas kemudian berbenah diri. Eka menyerahkan 100 persen pengelolaan perusahaan kepada anak-anak, cucu, dan para profesional.

Nama Sinar Mas diubah menjadi Sinarmas. Perubahan itu tidak hanya soal nama, tapi juga sebuah definisi. 'Sinar Mas' adalah kisah perusahaan yang terhantam krisis. Sedangkan pergantian ke huruf kecil, secara filosofi menggambarkan: 'tidak sombong.'

Selain itu, induk usaha atau holding company juga dihapus. Tujuannya, agar utang dari satu perusahaan tidak membebani bidang usaha lain.

Empat anak Eka kemudian mendapat tugas mengelola empat unit usaha. Putra pertama, Teguh Ganda Widjaja memimpin Asia Pulp and Paper Co.

Putera kedua Indra Widjaja memegang PT Sinarmas Multiartha Tbk. yang bergerak di bidang keuangan. Putera ketiga Muktar Widjaja mengelola perusahaan properti PT Duta Pertiwi Tbk.

Kemudian putera keempat Franky Oesman Widjaja menangani perusahaan agro dan teknologi, PT Sinarmas Agro Resources and Technology Tbk.

Keberhasilan Eka dalam menjalankan bisnisnya tidak lepas dari prinsip hidup. Bagi dia, kesulitan apa pun dalam menjalankan bisnis, asal punya keinginan berjuang pasti bisa diatasi.

Prinsip selanjutnya jujur, menjaga kredibilitas, bertanggung jawab, baik terhadap keluarga, pekerjaan maupun lingkungan sekitar. 

Guna menyalurkan kepedulian sosial, pada 2006 Eka mendirikan yayasan Eka Tjipta Foundation/ETF. (Berbagai Sumber/ita)

(rn/rn)

Related

Komentar

Recommended

What Next

More From Inspiratory Section