Awalnya jalur independen dipilih Irwandi untuk maju menjadi bakal calon Gubernur Aceh, karena belum cukup mengantongi rekomendasi parpol untuk maju sebagai calon. "Irwandi adalah seorang yang terlatih sebagai pilot," kata sosok aktivis korban penculikan 1998.

Sebagai pilot, kata pria kelahiran Sigli, 5 Oktober 1970 ini, pasti sebelum terbang Irwandi harus selalu mengecek mesin, apakah semua wing, baik kiri maupun kanan, bekerja dengan baik? Apakah Golkar dan Demokrat akan memberikan rekom pada hari yang disepakati? Nah jika tidak bagaimana?
Jalur independen adalah contigency plan sekaligus exit strategi dari situasi yang belum pasti.

Irwandi sempat mempersiapkan diri dalam tempo yang singkat. KTP dikumpulkan, mesin mobilisasi dia nyalakan, maka terkumpul jumlah yang memenuhi syarat untuk maju jalur independen.

"Tapi tentu saja ini yang menyala adalah “mesin cadangan”, sedangkan “mesin utama” tetap jalur parpol," jelas Nezar memberi perumpamaan.

Begitu 'mesin cadangan' dinyalakan, tampak semua bekerja dengan baik. Nah, butuh 'co-pilot' untuk terbang. “Irwandi lalu menawarkan posisi itu kepada saya. Alasan dia, kami punya pemahaman peta yang sama untuk membuat Aceh lebih baik di masa depan,” jelas alumni Fakultas Filsafat UGM pada Agustus 1997 tentang latarbelakang ia diajak menjadi 'co-pilot' atau calon wakil Irwandi Yusuf pada Pilkada 2017 melalui jalur independen.

Tapi akhirnya pada detik-detik terakhir, tiket dari Demokrat dan PKB diperoleh. Maka mesin cadangan tak jadi dinyalakan, dan sekarang melaju dengan mesin utama sesuai rencana awal.

"Saya ucapkan selamat kepada Irwandi dan Nova. Semoga keduanya bisa menjalankan amanah rakyat Aceh, dan mengejar ketertinggalan selama lima tahun ini," tutur Nezar Patria yang pernah menjabat Sekretaris Umum Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (SMID) pada 1996.

(rn/rn)