1. HOME
    2. FOODILICIOUS
FOOD

Alasan 7 Alumni ITB Ini Tak Malu Bisnis Warteg

By Azalia Amadea 25 Mei 2016 17:10
Bisnis Warteg Gaspoll

Bisnis warteg ini pertama kali mereka bangun dengan modal Rp100 juta-Rp200 juta. Modal tersebut masing-masing mereka kumpulkan hasil menabung dari setiap gaji yang mereka peroleh.

Meski bisnis ini terbilang baru, tapi omzet yang dihasilkan cukup memuaskan. Rata-rata omzet Warteg Gaspoll Rp70 juta per bulannya. Diakui Ruhut, omzet mereka turun ketika musim hujan. Kendala tersebut diakibatkan konsep Southbox yang terbuka.

Omzet Gaspoll tak hanya diraih melalui pengunjung yang datang langsung, melainkan juga dari para pembeli yang memesan via Go-Food dan katering. "Kita baru bergabung dengan pihak Go-Food beberapa bulan yang lalu, jika dirata-ratakan sekitar 30 pesanan setiap harinya berasal dari Go-Food dan sisanya juga berasal dari katering harian," kata Ruhut. Selain itu, pemilik Warteg Gaspoll juga aktif mempromosikan dagangan mereka via online salah satunya melalui instagram @warteggaspoll.

Warteg Gaspoll biasanya akan ramai pengunjung setelah jam pulang kantor. Jika hari biasa pengunjung warteg ini sekitar 200 orang per harinya. Akan lebih ramai terutama saat akhir pekan, pengunjungnnya mencapai 300 orang.

Makanan favorit para pengunjung warteg ini sama dengan warteg pada umumnya yaitu tumis kerang dan tempe orek. Selain itu, warteg ini juga menyediakan masakan Indonesia lainnya seperti tumis cumi asin, ayam kecap, tumis tauge, tuna cabe ijo dan makanan ala warteg lainnya.

Terdapat juga minuman yang merupakan ikon warteg ini yaitu es teh manis 'jumbo' seharga Rp13 ribu, yang dijamin tidak akan membuat Anda kehausan. Jika Anda ingin makan di warteg ini cukup membawa uang sekitar Rp25 ribu saja, sudah termasuk minum.

Untuk mengembangkan bisnis ini, rencananya warteg ini akan segera buka cabang kedua mereka yang masih dalam proses persiapan. Selain itu, Ruhut dan Viktor juga berharap "bisnis ini dapat berguna untuk banyak orang dan kita bisa semakin melestarikan kuliner Indonesia. Kalau tidak ada warteg di pinggir jalan mungkin masakan tradisional kita akan punah," tutup keduanya.

(aa/aa)

Related

Komentar

Recommended

What Next

More From Foodilicious Section