1. HOME
  2. FINANCE
FINANCE

Mahasiswa Ini Pertahankan Bisnis Sablon Tradisional Warisan Orangtua

Sebagai anak muda generasi digital, Farid punya alasan khusus, mengapa mempertahankan sablonan tradisional.

By Azalia Amadea 26 Januari 2016 16:15
Farid Ulilwafi (Azalia Amadea/Money.id)

Money.id - Usaha sablon pada kaus memang sudah banyak menjamur di Indonesia, seiring perkembangan zaman sablon kaus saat ini sudah bisa dilakukan secara digital. Namun, Farid Ulilwafi (20) memilih cara lama.

Mahasiswa semester 4 di Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jakarta (IISIP) itu tetap ingin mempertahankan usaha percetakan sablon kaus dengan cara tradisional.

Usahanya ini pertama kali dibangun oleh bapaknya bernama Mardio (60) yang telah membuka usaha percetakan sablon kaos dari 20 tahun yang lalu. Farid mulai terjun membantu usaha bapaknya tersebut sejak ia berusia 13 tahun.

Usaha sablon itu diberi nama Patma Sablon dan terletak di Jalan Mampang Prapatan II No 82, Jakarta Selatan. Usaha ini dikerjakan di rumah milik pribadi keluarganya.

"Saya mempertahankan cara sablon manual karena, hasil sablonnya lebih bagus dan lebih tahan lama," kata Farid, pemilik usaha sablon kaus yang ditemui Money.id di Jakarta, Selasa 26 Januari 2016. Sementara sablon hasil digital, menurut dia, jika mudah hilang.

Saat ini, Farid hanya mengerjakan setiap orderan sablon kaus bersama-sama dengan sang ayah. Mereka hanya dibantu satu karyawan lain yang khusus memegang bagian desain.

 

Festival Film "Katma" IISIP Jakarta/Instagram

Biasanya, Farid mendapat orderan kaus dari teman-teman kuliahnya. Pada Desember lalu, Farid menerima orderan 125 kaus seragam sebuah acara Festival Film di kampusnya.

Dia juga pernah menerima orderan sablon kaus untuk beberapa acara lain, seperti kaus seragam untuk beberapa acara di sekolah menengah atas, dan beberapa event-event gathering.

Harga dan Modal

Harga yang ditawarkan Farid pun cukup terjangkau. Untuk satu kaus dengan satu warna dibanderol dari harga Rp40 ribu per kausnya. Sedangkan, untuk sablon kaus yang memerlukan 3-5 warna dibanderol dari harga Rp50 ribu-Rp75 ribu.

Namun dari segi harga, Farid tak mematok alias masih bisa dinegosiasi. Kausnya pun juga dapat dibawa sendiri oleh si pemesan, tentunya harga untuk ongkos sablonnya tersebut lebih murah sekitar Rp25 ribu untuk 3-5 jenis warna.

Usahanya tersebut dibangun dengan modal Rp7 juta pada awalnya. Saat ini,  dia dan bapaknya mampu meraup keuntungan sekitar Rp4 juta per bulannya.

Untuk menyelesaikan satu orderan dengan jumlah kaus sekitar 100 buah kaus dibutuhkan waktu 2 hari saja. Namun, dia menyarankan konsumen memesan kaus jauh-jauh hari, sebelum dipakai. Paling sedikit, seminggu.

Farid juga membagi tips bagi mahasiswa yang ingin memulai bisnis sablon kaus. Pertama, jangan pasang harga terlalu tinggi di awal usaha untuk menarik banyak peminat. Dalam membuka usaha sablon kaus dibutuhkan kecocokan harga antara si pemesan dan penyedia usaha jasa sablon kaus.

"Dari dulu memang saya ingin meneruskan usaha bapak saya, hingga nanti ke depannya dan bisa sukses," tambahnya.

Nantinya usaha ini akan ia teruskan, sebagai usaha keluarga. Farid tidak menutup kemungkinan untuk mengembangkan usaha sablon kausnya tersebut keberbagai acara-acara lain. (ita)

(aa/aa)

Related

Komentar

Recommended

What Next

More From Finance Section