1. HOME
  2. OTOTALK
NEWS

Presiden PKS Beberkan Pelanggaran dan Pemecatan Fahri Hamzah

Ada beberapa pelanggaran yang menurut DPP PKS dilakukan oleh kadernya, Fahri Hamzah.

By Dwifantya Aquina 4 April 2016 11:11
DPP PKS memecat kadernya, Fahri Hamzah yang saat ini menjabat sebagai wakil ketua DPR (Merdeka.com)

Money.id - Berita pemecatan Fahri Hamzah sebagai kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengejutkan publik akhir pekan lalu. Presiden PKS, Mohamad Sohibul Iman, mengaku telah menandatangani surat pemecatan Fahri Hamzah dari keanggotaan di partai bernafaskan Islam itu.

Sohibul mengatakan, pemecatan berdasarkan keputusan Majelis Tahkim PKS yang menerima rekomendasi dari Badan Penegakan Disiplin Organisasi (BPDO).

Untuk meluruskan kabar tersebut, Dewan Pimpinan Pusat PKS membuat penjelasan resmi terkait keputusan tentang pelanggaran disiplin yang dilakukan kadernya yang saat ini menjabat sebagai Wakil Ketua DPR.

Surat yang ditandatangani Presiden PKS Mohamad Sohibul Iman ini memuat kronologi dan daftar pelanggaran yang dilakukan Fahri. Berikut penjelasan lengkapnya, sebagaimana dikutip Money.id dari laman resmi pks.id:

Bismillaahirrahmaanirrahiim,

Untuk menghindari kesimpangsiuran informasi dan meluruskan duduk persoalan yang terkait dengan Saudara Fahri Hamzah yang telah beredar di publik, DPP PKS memandang perlu diterbitkannya Penjelasan Kronologis Permasalahan tersebut.

Penjelasan ini diharapkan memberikan gambaran dan pemahaman yang lebih utuh dan proporsional baik secara substansi permasalahan maupun proses penanganannya. Semoga Allah Swt memberikan keteguhan dan kemantapan hati kita untuk saling menasehati dalam kesabaran dan kebenaran serta mengokohkan tali ukhuwah di antara kita.

Berikut ini adalah penjelasan kronologis permasalahan Saudara Fahri Hamzah:

A. ARAH BARU, KONSOLIDASI, DAN OPTIMALISASI POTENSI

1. Sebagaimana lazimnya kepemimpinan baru, hal pertama yang dilakukan Pimpinan PKS periode 2015-2020, yang dimulai sejak tanggal 10 Agustus 2015, adalah melakukan konsolidasi internal melalui penyamaan arah, visi, strategi, dan pola pengelolaan partai ke depan. Konsolidasi ini dimaksudkan agar seluruh potensi partai yang sangat beragam (kader, struktur, pejabat publik, dan sebagainya) dapat disinergikan guna mencapai tujuan partai secara optimal.

2. Di antara potensi-potensi partai tersebut, Fraksi PKS DPR RI memiliki posisi penting karena berperan sebagai etalase partai yang menjadi cerminan wajah dan kebijakan-kebijakan partai di ranah publik. Apalagi PKS saat ini tidak menjadi bagian dari koalisi pemerintahan Jokowi-JK sehingga keberadaan kader-kader PKS di DPR RI memiliki peran sentral sebagai anggota/kader PKS di ranah publik. Oleh karena itu pimpinan PKS memberikan perhatian khusus kepada Fraksi PKS, sehingga dalam bulan pertama masa tugasnya Pimpinan PKS melakukan briefing kepada Ketua Fraksi PKS (Jazuli Juwaini) dan Wakil Ketua DPR RI dari Fraksi PKS (Fahri Hamzah, selanjutnya FH). Keduanya dilakukan pada waktu yang berbeda.

3. Briefing kepada saudara FH dilakukan pada tanggal 1 September 2015 di kantor Dewan Pimpinan Tingkat Pusat (DPTP) PKS. Dalam pertemuan yang dimulai sekitar jam 15.30 tersebut hadir 3 (tiga) anggota DPTP yaitu Ketua Majelis Syuro (KMS), Wakil Ketua Majelis Syuro (WKMS), dan Presiden PKS serta FH.

4. Dalam pertemuan tersebut, KMS menyampaikan arahan kepada FH yang secara substansi adalah bahwa sebagai partai kader dan partai dakwah, kita ingin benar-benar tampil sesuai karakteristik partai kader dan partai dakwah dengan kedisiplinan dan kesantunannya. Untuk itu KMS meminta agar FH menyesuaikan diri dengan arah kebijakan tersebut, dan senantiasa melakukan syuro serta mengindahkan arahan Partai, terutama dalam menyampaikan pendapat ke publik sehingga tidak menimbulkan kontroversi dan citra negatif bagi Partai. Apalagi posisi FH sebagai Wakil Ketua DPR RI akan selalu menjadi perhatian publik dan diasosiasikan oleh sebagian pihak sebagai sikap dan kebijakan PKS.

5. Beberapa pernyataan FH yang kontroversial, kontraproduktif dan tidak sejalan dengan arahan Partai saat itu antara lain; (1) Menyebut ‘rada-rada bloon’ untuk para anggota DPR RI. Pernyataan ini diadukan oleh sebagian anggota DPR RI ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) dan dikemudian hari FH diputus oleh MKD melakukan pelanggaran kode etik ringan.; (2) Mengatasnamakan DPR RI telah sepakat untuk membubarkan KPK; (3) Pasang badan untuk 7 (tujuh) proyek DPR RI yang mana hal tersebut bukan merupakan arahan Pimpinan Partai.

6. Selanjutnya, WKMS juga menyampaikan penegasan tentang apa yang disampaikan KMS. Terutama terkait dengan karakteristik mayoritas masyarakat Indonesia yang menjunjung kepatutan, kesantunan, dan kesopanan yang penting diperhatikan oleh pejabat publik, apalagi yang berasal dari Partai Islam. Bila dikaitkan dengan dakwah, tentu memahami karakteristik mayoritas masyarakat Indonesia merupakan kunci penting keberhasilan dalam berkomunikasi kepada publik.

7. Presiden PKS juga menyampaikan pendapatnya, yang pada intinya bahwa FH sebagai pimpinan DPR RI daripada mengangkat gagasan 7 proyek DPR RI yang berbiaya mahal lebih baik melakukan terobosan-terobosan substantif berupa transformasi struktural (di bidang politik, ekonomi, sosial, dan bidang-bidang lainnya) melalui perbaikan dan pengusulan beragam Rancangan Undang-Undang (RUU) di DPR RI. Ini juga sekaligus akan mengangkat reputasi DPR RI dan secara khusus Koalisi Merah Putih (KMP), sebab posisi KMP di DPR RI adalah mayoritas.

8. FH mencatat dan menerima nasehat dan masukan-masukan pada pertemuan tersebut dan ada kesiapan melakukan adaptasi dengan arahan-arahan tersebut. KMS, WKMS, dan Presiden PKS pun gembira dengan respon FH dan optimis FH dapat menjalankan tugasnya sebagai anggota/kader PKS dalam posisinya sebagai Wakil Ketua DPR RI sesuai arahan, visi dan misi Partai di atas.

9. Seiring berjalannya waktu, sosialisasi dan supervisi arahan-arahan Pimpinan Partai terhadap seluruh struktur dan anggota partai termasuk yang mengemban amanah jabatan publik (bukan hanya terhadap FH saja) terus dilakukan dalam rangka konsolidasi. Berselang 7 (tujuh) pekan dari 1 September 2015 semenjak FH mendapat arahan langsung dari Pimpinan Partai dan yang bersangkutan telah menyatakan kesediaan melaksanakannya, Pimpinan Partai menilai bahwa pola komunikasi politik FH tetap tidak berubah. Sikap kontroversi dan kontraproduktif kembali berulang, bahkan timbul kesan adanya saling silang pendapat antara FH selaku pimpinan DPR RI dari PKS dengan pimpinan PKS lainnya. Beberapa pendapat kontroversial dan kontraproduktif FH yang mengemuka saat itu di publik adalah (1) Kenaikan tunjangan gaji pimpinan dan anggota DPR RI dinilai oleh FH masih kurang, padahal Fraksi PKS DPR RI secara resmi menolak kebijakan kenaikan tunjangan pejabat negara, termasuk pimpinan dan anggota DPR RI; (2) Terkait Revisi UU KPK, FH menyebut pihak-pihak yang menolak revisi UU KPK sebagai pihak yang sok pahlawan dan ingin menutupi boroknya, padahal di saat yang sama WKMS dan Presiden PKS telah secara tegas menolak revisi UU KPK. Silang pendapat yang terbuka antara FH dengan Pimpinan Partai ini tentunya mengundang banyak pertanyaan di publik dan juga dari internal kader PKS.

10. Akhirnya pada tanggal 23 Oktober 2015 di Ruang Kerja DPTP PKS, KMS memanggil FH untuk menyampaikan penilaian Pimpinan Partai dan kebijakan partai selanjutnya untuk FH. KMS menyatakan bahwa sikap FH tidak sesuai dengan arahan Partai dan tidak sesuai dengan komitmen yang telah disampaikannya kepada Pimpinan Partai pada pertemuan tanggal 1 September 2015. Untuk itu demi kemaslahatan Partai ke depan dan kebaikan FH, Pimpinan Partai memandang penugasan FH di posisi Wakil Ketua DPR RI perlu ditinjau. Walau demikian, KMS tetap memandang FH sebagai anggota/kader potensial PKS yang harus dioptimalkan perannya, sehingga FH akan ditugaskan pada posisi lain di DPR RI (salah satu pimpinan dari Alat Kelengkapan Dewan DPR RI).

11. Sesuai dengan UU No.17 Tahun 2014 jo UU No.42 Tahun 2014, proses rotasi jabatan sebagai Wakil Ketua DPR RI dapat dilakukan dengan cara diberhentikan oleh Partai atau FH mengundurkan diri. Atas pertimbangan kemaslahatan bersama, maka KMS meminta FH mengajukan pengunduran diri dari jabatannya sebagai Wakil Ketua DPR RI. Atas permintaan KMS tersebut, FH menyatakan mengerti akan keputusan tersebut dan siap melaksanakannya. FH juga menyatakan akan menyiapkan sendiri alasan-alasan pengunduran dirinya dalam surat ke DPR RI. FH juga siap mensosialisasikan rencana pengunduran dirinya kepada kolega sesama pimpinan DPR RI, kepada Presidium Koalisi Merah Putih (KMP), dan kepada keluarganya. Hanya saja FH meminta waktu untuk menuntaskan beberapa hal (di antaranya rencana kunjungan pimpinan DPR RI ke luar daerah) sehingga FH menjanjikan akan mengundurkan diri pada pertengahan Desember 2015. KMS menyetujui permintaan FH tersebut dan disepakati bahwa pengunduran diri FH akan dilakukan pada pertengahan Desember 2015 sebelum masuk masa reses DPR RI sehingga saat masuk masa sidang berikutnya posisi FH sudah tidak lagi menjabat sebagai Wakil Ketua DPR RI.

12. Atas respon positif FH dalam pertemuan tanggal 23 Oktober 2015 di atas, KMS menyambut baik dan memuji sikap FH sebagai kader partai yang loyal dan taat kepada Pimpinan dan Aturan Partai, bahkan KMS beberapa kali mengungkapkan hal tersebut kepada anggota-anggota DPTP PKS.

13. Setelah tanggal 23 Oktober 2015, ternyata pola komunikasi publik FH tidak berubah. Bahkan dalam kasus Ketua DPR RI yang diadukan oleh Menteri ESDM kepada MKD terkait pelanggaran etika (Kasus Freeport), FH menunjukkan sikap yang tidak proporsional dan kontraproduktif bagi Partai. Bahkan FH juga melontarkan pendapat-pendapatnya ke publik menyangkut materi persidangan MKD sehingga terkesan mengintervensi proses persidangan di MKD DPR RI. Hal ini semakin menunjukkan FH tidak melaksanakan komitmennya sebagaimana yang telah disampaikan kepada Pimpinan Partai sejak tanggal 1 September 2015.

14. Pada tanggal 1 Desember 2015, KMS memanggil FH untuk datang ke kantor DPTP PKS. Pada saat itu, KMS menanyakan perkembangan proses pengunduran diri FH dari jabatannya sebagai Wakil Ketua DPR RI sebagaimana yang telah dijanjikan sebelumnya oleh FH sendiri. Di luar dugaan, FH menyatakan bahwa dia berfikir ulang untuk mundur, karena menurut pendapatnnya apabila FH mengundurkan diri dari jabatannya itu akan berakibat terjadinya kocok ulang pimpinan DPR RI, sehingga menurut FH PKS akan kehilangan kursi pimpinan DPR RI. Meskipun sebenarnya sebelum pertemuan tersebut KMS telah mempelajari bahwa hal itu tidak akan berakibat kocok ulang dan kalaupun hal tersebut terjadi maka risiko menjadi tanggungjawab Pimpinan Partai. Kemudian KMS mempersilahkan FH untuk mendiskusikan pendapatnya dengan Tubagus Soenmandjaja (TS) karena TS mantan anggota Pansus RUU MD3 tersebut dari unsur FPKS DPR RI.

15. Pada tanggal 11 Desember 2015 dilakukan pertemuan antara KMS, FH dan TS di kantor DPTP PKS. Dalam pertemuan tersebut FH tidak dapat membantah penjelasan TS bahwa kekuatirannya soal kocok ulang pimpinan DPR tidaklah berdasar dan tidak ada preseden sebelumnya. Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku bahwa apabila ada Pimpinan DPR RI yang mengundurkan diri, maka akan digantikan oleh anggota dari Fraksi yang bersangkutan. Atas logika dan fakta yuridis itu, dalam kesempatan tersebut FH kembali menyatakan kesiapannya melaksanakan tugas Partai tersebut di atas dan bahkan menegaskan bahwa dirinya memilih ingin tetap berada dalam Partai meskipun ditempatkan pada posisi apapun.

16. Atas dasar komitmen FH tersebut di atas, tanggal 12 Desember 2015 KMS menugaskan TS untuk menyusun rancangan surat pengunduran diri FH dari jabatannya sebagai Wakil Ketua DPR RI sebagaimana yang telah dijanjikan dan dikomitmenkan oleh FH. Setelah rancangan surat tersebut disetujui KMS maka TS ditugaskan untuk menyampaikannya kepada FH. Penugasan TS untuk menemui FH tersebut diberitahukan KMS kepada FH melalui pesan singkat WA yang dijawab oleh FH dengan: “Baik, Syaikh.”

17. Pada tanggal 13 Desember 2015 terlaksana pertemuan TS dan FH di Gedung Nusantara V Lantai 2 Kamar 209 (Sekretariat Fraksi PKS MPR RI). Sesuai dengan amanah KMS tersebut, TS menyampaikan naskah surat pengunduran diri termaksud secara langsung kepada FH. Pada saat TS meminta agar FH menandatangani surat pengunduran dirinya itu, FH secara halus menolak dengan alasan: (a) meminta izin untuk mempelajari surat pengunduran diri tersebut seraya meminta waktu untuk mempelajarinya, (b) akan menghadap langsung kepada KMS untuk menindaklanjuti surat tersebut. Atas permintaan FH itu, TS menerima dan melaporkannya melaui WA kepada KMS.

18. Setelah mendapat laporan dari TS terkait hasil pertemuan di atas, KMS lalu mengirim pesan kepada FH yang isinya memberi kesempatan kepada FH untuk mempelajari surat tersebut dan meminta untuk bertemu esok harinya, pada hari Senin, 14 Desember 2015.

19. Pada tanggal 14 Desember 2015 pukul 01.00 WIB FH mengirim pesan kepada KMS yang isinya: (a) belum membaca isi dokumen tetapi sudah mendiskusikan dengan TS, (b) hatinya belum mantap untuk melaksanakan tugas tersebut, (c) akan bicara pada LAWYER (huruf besar dari FH) dan guru besar Tata Negara, (d) alasan lainnya terkait kegiatan DPR.

20. KMS kemudian membalas pesan tersebut yang isinya memberi waktu kepada FH untuk konsultasi kepada siapa saja dan ditunggu sampai esok harinya tanggal 15 Desember 2015 pukul 09.00 WIB. Tetapi hari itu FH tidak bisa datang dengan alasan kegiatan di DPR RI. Kemudian KMS memberi waktu lagi sampai keesokan harinya.

21. Pada tanggal 16 Desember 2015, sekitar pukul 08.00 WIB akhirnya FH datang menemui KMS di kantor DPTP PKS. KMS kembali menanyakan tentang kesiapan FH untuk melaksanakan komitmen/janjinya. FH kembali menegaskan ketidaksediaannya menunaikan apa yang telah dikomitmenkan/dijanjikan sebelumnya kepada KMS dengan berbagai alasan, diantaranya mengaitkan dengan Hukum Tata Negara, agenda DPR RI dan lainnya. KMS mengingatkan bahwa pertemuan tersebut adalah kesempatan terakhir bagi FH, oleh karena itu jika FH tidak bersedia berarti menolak penugasan, dan selanjutnya persoalan tersebut akan diproses menurut AD/ART PKS. KMS mengingatkan hal tersebut hingga dua kali dan FH mengatakan dia paham AD/ART PKS dan siap menjalani proses tersebut.

22. Karena FH menyatakan paham AD/ART PKS dan siap menjalani proses sesuai AD/ART PKS sebagaimana disebutkan di atas, berarti FH memahami kewajiban Anggota Partai sebagaimana diatur dalam AD/ART PKS dan Peraturan Partai lainnya antara lain:

(1) AD PKS Bab XVIII terkait Penghargaan dan Sanksi Pasal 26 ayat (3) yang menyebutkan: “Partai menjatuhkan sanksi berupa sanksi administratif, pembebanan, pemberhentian sementara, penurunan jenjang keanggotaan dan pemberhentian dari kepengurusan dan/atau keanggotaan atas perbuatan anggota yang melanggar aturan syariat dan/atau aturan organisasi, menodai citra partai atau perbuatan lain yang bertentangan dengan AD/ART dan/atau Peraturan-Peraturan Partai lainnya.”

(2) Pedoman Partai No.01 Tahun 2015 tentang Pemberian Penghargaan dan Penjatuhan Sanksi Bab V terkait Obyek Hisbah pada Bagian Kedua Kategorisasi Pelanggaran Pasal 11 ayat (2) huruf a, b,e, g dan m yang berbunyi:

“Pelanggaran kategori 3 (tiga) merupakan perbuatan yang melanggar keputusan syuro, tsawabit, Anggaran Dasar dan/atau Anggaran Rumah Tangga Partai, termasuk tetapi tidak terbatas seperti: (a) melanggar sumpah atau janji setia anggota partai; (b) melanggar peraturan dan keputusan Partai; (e) tanpa alasan sah tidak melaksanakan hasil musyawarah Partai, tidak mematuhi keputusan Pimpinan yang harus ditaati, tidak mematuhi kebijakan-kebijakan dan/atau sikap-sikap Partai; (g) mengutamakan kepentingan diri sendiri, kelompok, atau pihak lain di atas kepentingan Partai;”

23. Tanggal 16 Desember 2015 pukul 13.00 WIB, rapat DPTP membahas sikap FH dan memutuskan melimpahkan persoalan FH ke DPP PKS cq Badan Penegak Disiplin Organisasi (BPDO) DPP PKS sesuai AD/ART PKS. Persoalan yang dilimpahkan adalah terkait ketidakdisiplinan anggota terhadap AD/ART dan peraturan Partai lainnya serta ketidaktaatan kepada arahan Pimpinan Partai dan mengingkari secara berulang komitmennya yang telah disampaikan kepada KMS.

Selengkapnya klik di sini.

Baca Juga

(da/da)

Related

Komentar

Recommended

What Next

More From Ototalk Section