1. HOME
  2. NEWS

Ribuan Sopir Angkutan Umum Mogok, Minta Taksi Online Dihapuskan

Legalisasi angkutan berbasis online yang menggunakan kendaraan roda empat, seperti Grab dan Uber belum jelas. Mereka juga tak bayar pajak.

By Dwifantya Aquina 14 Maret 2016 11:22
Ribuan sopir taksi mogok massal, minta Uber dan Grab ditertibkan (Money.id/Dwi Narwoko)

Money.id - Ribuan angkutan umum di Jakarta hari ini mogok massal. Mereka menuntut angkutan berbasis online ditertibkan.

Bagaimana tidak, selama ini para sopir--mulai dari Kopaja, bajaj hingga taksi-- terpaksa rela kehilangan separuh dari pemasukan mereka sehari-hari. Sebab, masyarakat kini lebih memilih menggunakan angkutan yang bisa dipesan melalui aplikasi. Tarif lebih murah dan kemudahan bertransaksi menjadi alasannya.

Meski demikian, hingga saat ini legalisasi angkutan berbasis online yang menggunakan kendaraan roda empat, seperti Grab dan Uber belum jelas. Hal itulah yang kemudian memicu 'kecemburuan' para sopir angkutan umum massal.

Kesal jeritan mereka tak kunjung ditanggapi pemerintah, ribuan sopir angkutan umum yang tergabung dalam Persatuan Pengemudi Angkutan Darat (PPAD) melakukan demonstrasi di depan Istana Merdeka dan Balaikota DKI Jakarta. Mereka menyerukan agar transportasi berbasis layanan aplikasi dihentikan.

Berbagai tulisan ditempel di bagian depan dan belakang taksi, bajaj dan Kopaja. Seperti, 'Bubarkan Grab, Uber Ilegal' dan 'Pikirkan Nasib Supir Taksi yang Resmi'.

Menanggapi aksi unjuk rasa yang dilakukan ribuan sopir angkutan umum tersebut, Gubernur DKI Jakarta Basuki T Purnama alias Ahok, mengatakan dirinya menghargai aksi para sopir yang berdemo di depan Balai Kota DKI Jakarta.

Ia tak menyangkal, bahwa taksi berbasis aplikasi memang belum memenuhi aturan.

"Kita sudah tekan Uber, kalau mau, dia harus sesuai Dishub," kata Ahok di Balai Kota DKI Jakarta, Senin 14 Maret 2016.

Namun, Ahok juga tak menampik, saat ini transportasi berbasis aplikasi dibutuhkan publik. Namun bagaimana pun konsepnya, transportasi publik harus memiliki izin sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

"Kita bukan mau melarang. Kan memang sudah zamannya ada yang berbasis aplikasi. Tapi kamu mesti ikuti aturan kita kan," kata Ahok.

Sebab tanpa mengikuti aturan yang jelas, keberadaan taksi berbasis aplikasi ilegal akan mengurangi pendapatan taksi konvensional. Apalagi selama ini angkutan umum berbasis aplikasi itu tidak membayar pajak.

"Kalau nggak ikuti aturan kan kasihan perusahaan taksi penumpangnya berkurang. Sopir taksi juga penghasilan berkurang. Kamu (sopir taksi Uber) kan nyambi," katanya.

Ahok menegaskan, Pemprov DKI Jakarta tak dapat menutup transportasi berbasis aplikasi. Sebab hal itu merupakan kewenangan Kemenkominfo.

"Kalau aplikasi meski ngomong dengan Menkominfo, bukan kita," kata Ahok.

Ahok dan Kadishub Andri Yansyah akhirnya menerima 15 orang perwakilan dari Paguyuban Pengemudi Angkutan Darat (PPAD) di kantornya. Mereka mendengarkan keluh kesah para sopir taksi yang selama ini merasa 'kolam' tempat mereka mencari makan telah dipenuhi 'pendatang' yang tidak sah.

Kadishub Andri Yansyah mengatakan, pertemuan tersebut akhirnya menghasilkan dua poin kesepakatan.

"Pertama, sikap pemerintah DKI tentang UU Nomor 22 tahun 2009 akan ditegakkan, selama memenuhi ketentuan," ujar Andri.

Poin kedua yang tercapai dalam pertemuan tersebut yakni terkait penutupan aplikasi transportasi via online. Hal tersebut menurutnya bukan kewenangan Pemprov DKI Jakarta.

"Penutupan aplikasi seperti Go-Jek, Grab dan Uber, bukan kewenangan pemda. Tetapi kami akan berkoordinasi dengan Kominfo supaya masalah ini teratasi. Karena pemda sendiri telah bekerja sesuai aturan, apabila tidak maka akan ditertibkan," jelasnya.

Usai melakukan pertemuan dengan Gubernur dan Kadishub, ribuan sopir tersebut melakukan long march ke kawasan Istana di Jl Medan Mereka Utara. Mereka juga akan menyampaikan aspirasi protesnya ke gedung Kementerian Komunikasi dan Informatika. Mereka meminta sikap tegas dari pemerintah untuk menindak angkutan ilegal tersebut.

Stiker khusus

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama tengah menyiapkan solusi bagi taksi berbasis aplikasi seperti Grab dan Uber. Ia akan menempelkan stiker di taksi online untuk membedakan dengan kendaraan pribadi.

"Dengan sistem seperti ini kita minta dia tempel (stiker khusus) dong," kata Ahok.

Di negara lain, menurut Ahok, transportasi berbasis aplikasi mendapatkan izin resmi dari pemerintah setempat. Namun mereka menempeli kendaraan dengan stiker khusus dan tetap membayar pajak kepada pemerintah.

"Kategori apa? Plat kuning, berarti kamu mobil rental. Kamu rental ya mesti bayar pajak juga. Mesti tempel (stiker khusus)," ujarnya.

Dengan penempelan stiker tersebut, Pemprov DKI Jakarta dapat memungut pajak taksi online. Namun Ahok mengakui, pengawasan untuk pemungutan pajak tidaklah mudah.

"Kita sudah ngelarang beberapa kali kok (taksi berbasis aplikasi yang tidak bayar pajak). Tapi kalau kamu Grab gimana. Kayak kita bilang ada prostitusi online gimana nangkapnya," kata Ahok.

Namun terkait tuntutan sopir taksi yang berdemo meminta agar taksi berbasis aplikasi ditutup, Ahok mengaku tak dapat mengabulkannya. Sebab hal ini merupakan kewenangan Kemenkominfo.

Di sisi lain, Ahok menilai tak ada yang salah dengan sistem online yang diterapkan oleh taksi berbasis aplikasi. Sebab sesuai perkembangan zaman, sistem online memang menjadi kebutuhan.

"Ini sudah zamannya kok. Sama kayak kamu WhatsApp atau BBM boleh enggak? Masak mau balik harus ke kantor pos," selorohnya.

 

 

(da/da)

Komentar

Recommended

What Next

More From News Section