1. HOME
  2. NEWS
NEWS

Putri Keraton Solo Anti-Poligami Itu Tutup Usia

Gusti Noeroel menolak keras poligami. Ia berpesan kepada anak-cucunya agar jangan pernah mau dimadu.

By Dwifantya Aquina 11 November 2015 11:56
Gusti Noeroel (Historia.id)

Money.id - Berita duka cita datang dari Pura Mangkunegara Solo. Putri Mangkunegara VII, G.R.Ay Siti Noeroel Kamaril Ngasarati Koesoemowardhani, atau yang akrab disapa Gusti Noeroel, meninggal dunia di Bandung, pada Selasa kemarin, 10 November 2015, pukul 08.20 WIB.

Tokoh yang banyak berperan dalam pendirian stasiun radio pertama di Indonesia itu meninggal dalam usia 94 tahun. Jenazah Gusti Noeroel dikebumikan di Solo.

Rencananya, jenazah akan dimakamkan di Astana Giri Layu, Karanganyar, bersanding dengan keluarga besar trah Mangkunegaran. Jenazah diberangkatkan dari Pura Mangkunegaran siang ini, Rabu 11 November 2015.

Gusti Noeroel adalah anak tunggal putra adipati Keraton Jawa, Kota Solo, Praja Mangkunagaran, K.G.P.A.A Mangkoenagoro VII dari permaisurinya, Gusti Kanjeng Ratu Timoer. Ayah Gusti Noeroel adalah seorang ningrat dari Solo yang beristrikan putri dari Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Ibu Gusti Noeroel adalah puteri ke-12 Sultan Hamengku Buwono VII dari permaisuri ketiga, GKR Kencono. Nama asli ibunya adalah G.R.Ay Mursudarijah.

Gusti Noeroel dikenal sebagai salah satu tokoh yang membidani berdirinya Solosche Radio Vereeniging, stasiun radio pertama di Indonesia.

Ia termasuk tokoh fenomenal lantaran pernah diutus ayahandanya menari di hadapan Ratu Wilhelmina di Belanda. Tarian tersebut dipersembahkan sebagai kado pernikahan Putri Juliana.

Menariknya, saat itu rombongan dari Mangkunegaran tidak membawa gamelan untuk mengiringi tarian Gusti Noeroel. Tarian itu diiringi alunan gamelan yang dimainkan dari Pura Mangkunegaran dan dipancarkan melalui Solosche Radio Vereeniging, yang siarannya bisa ditangkap dengan jernih di Belanda.

Gusti Noeroel juga dikenal sebagai putri yang modern di zamannya. Jika kebanyakan gadis bangsawan mengenakan kain dan mengerjakan tugas-tugas wanita, Gusti Nurul justru sebaliknya.

Ia gemar berkuda, mengenakan celana dan sepatu boots kulit, dan sangat cerdas. Ia pun dikenal sebagai tokoh feminis Indonesia yang menolak poligami di zaman kerajaan. Ia adalah perempuan muda yang mandiri serta mampu menyeimbangkan adat istiadat dengan modernisasi.

Putri Mangkunegaran yang lahir pada 17 September 1921 ini juga memiliki kecantikan yang luar biasa dan dikenal sebagai Kembang Mangkunegaran.

Beberapa tokoh bangsa, seperti Presiden Soekarno, Sultan Hameng Kubuwono IX, Sutan Sjahrir, hingga Kolon GPH Djatikusumo berlomba mendapatkan cintanya. Namun, putri yang tumbuh besar di balik tembok keraton serta bersekolah di Belanda ini tidak suka poligami. Ia pun menolak menikah dengan tokoh politik seperti Sutan Sjahrir.

Baru pada 24 Maret 1951, Gusti Noeroel menikah dengan seorang tentara yang masih sepupunya, Kolonel Surjo Sularso, di usianya yang ke 30 tahun. Setelah menikah, Gusti Nurul bersama sang suami menetap di Bandung dan hingga kini dikaruniai 7 anak, 14 cucu, dan 1 cicit.

Gusti Noeroel adalah sosok perempuan Jawa yang sederhana namun berani bereksperimen dengan gaya penampilannya, busana juga perawatan kecantikannya. Ia tak malu tampil berkebaya namun tetap bereksperimen gaya dengan busana konsep modern.

Ia menyanggul rambutnya namun tak membatasi aktivitasnya seperti menunggang kuda, bertenis, berenang dan lainnya. Ia menguasai tarian klasik dan mendengarkan musik gamelan, namun tak anti lagu Barat. Tak ketinggalan, ia menjalani tradisi warisan budaya Keraton termasuk dalam hal kecantikan.

Sebuah buku biografi berjudul Gusti Noeroel Streven Naar Geluk (Mengejar Kebahagiaan) menulis, bahwa kepada anak-anaknya, terutama anak perempuan, Gusti Noeroel kerap berpesan agar jangan pernah mau dimadu. Meski bukan satu-satunya pandangan yang ia tanamkan kepada penerusnya, pesan ini bermakna mendalam.

Ia mengejar kebahagiaan yang tak diukur dari materi. Ia berpikiran terbuka, tetapi tetap terpimpin. Prinsip dan karakter kuat inilah yang memberikan inspirasi, dan kemudian diwariskan kepada anak-cucunya.

(da/da)

Related

Komentar

Recommended

What Next

More From News Section