1. HOME
  2. NEWS
NEWS

Blokir GRAB dan UBER, Pemerintah Harus Punya Solusi Transportasi

Dilema Kemenhub yaitu, layanan aplikasi ternyata lebih baik dari layanan konvesional.

By Dian Rosalina 14 Maret 2016 18:38
Grab Taxi

Money.id - Grab dan Uber adalah sebuah inovasi yang memberikan kemudahan untuk masyarakat mendapatkan pelayanan angkutan umum dengan tarif lebih murah dan pelayanan yang cukup baik. Namun sayangnya, penolakan terhadap transportasi berbasis aplikasi tersebut semakin besar.

Seperti protes yang dilayangkan oleh ribuan sopir yang ada di Jakarta karena mereka kalah bersaing dengan transportasi tersebut.

Melihat hal tersebut, tidak tanggung-tanggung Menteri Perhubungan Ignasius Jonan mengeluarkan surat yang ditujukan untuk Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, dengan tujuan untuk memblokir aplikasi Uber dan Grab untuk beroperasi.

Hal tersebut dibenarkan oleh Juru Bicara Kemenhub, JA Barata yang dihubungi Money.id, Senin 14 Maret 2016. Namun ketika ditanya apakah sudah ada jawaban dari Menkominfo Rudiantara, ia belum mendapat kabar apa-apa.

"Kami belum bisa ambil tindakan. Kan Menkominfo juga belum menanggapi surat tersebut. Beliau yang berhak memutuskan akhirnya nanti," ujar Barata.

Menurutnya surat itu dibuat karena melihat Uber dan Grab telah melanggar beberapa aturan perundang-undangan mengenai ketentuan angkutan jalan. Jika mereka ingin membuat perusahaan taksi, Uber dan Grab harus mengikuti undang-undang yang sudah diatur.

"Kalau sekarang yang dimaksud, jika memang mereka mau buat perusahaan taksi, ya harus menuruti ketentuan yang ada dong sesuai perundang-undangan," kata dia.

Artinya jika Kemenhub memberikan perizinan kepada perusahaan taksi konvensional, kenapa tidak diterapkan juga kepada Uber dan Grab.

"Mereka kan tidak punya perusahaan perwakilan di Indonesia, lalu tidak membayar pajak pula. Berarti mereka curang. Jadi kenapa tidak kita terapkan juga kepada mereka yang ingin membuka perusahaan taksi," ujar Barata.

Menurut Pengamat

Pengamat Transportasi, Tori Darmantoro berpendapat bahwa surat tersebut tidak menjawab tuntutan masyarakat yang menginginkan perbaikan layanan, keselamatan, dan keterjangkauan layanan angkutan umum yang memadai.

Dalam kondisi policy environment, pendekatan penegakan hukum tidak akan efektif mengatasi masalah tersebut.

"Intinya sih lingkungan kebijakan artinya dulu kalau tidak mengikuti aturan dan ketentuan tidak akan diberikan ijin membuka usaha. Kalau sekarang kan, tidak pakai ijin saja bisa membuka usaha," ujar Tori yang dihubungi Money.id.

Ia melihat sebenarnya ini adalah persaingan inovasi usaha antar perusahaan. Sebab bukan ranahnya Kemenkominfo menutup jaringan aplikasi Grab dan Uber, karena tidak adanya pelanggaran konten yang ditemukan.

Tori berpendapat hal tersebut terlihat seperti adanya upaya perluasan kebijakan dari Kemenhub. Seharusnya bila ada pelanggaran usaha, mereka lebih tepat mengirimkannya kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal sebab langsung mengarah ke investasi.

"Inovasi usaha ini sebaiknya jangan diregulasi. Kalau mau mencontoh di Eropa misalnya, ekonomi mereka kan ekonomi sosialis. Sedangkan Indonesia adalah ekonomi pasar, jadi jangan disamakan," kata dia.

Tori juga mengatakan, kenapa baru sekarang hal tersebut dilarang. Banyak mobil rental yang berpelat berwarna hitam, namun mereka suka mengangkut penumpang. Seharusnya mereka pun ikut ditertibkan, bukan Grab dan Uber saja.

Kembali lagi, menurutnya ini adalah persaingan usaha antar perusahaan transportasi konvensional dengan perusahaan transportasi berbasis aplikasi. Inilah yang menjadi dilema bagi Kemenhub, kalau ternyata layanan aplikasi tersebut lebih baik secara layanan dan harga daripada layanan konvensional.

"Kalau memang ada pelanggaran, ya harusnya dibicarakan dengan perusahaan yang bersangkutan. Jangan menutup inovasi usaha yang akan membantu masyarakat. Tetapi berikan solusi yang tepat," kata Tori. (dwq)

(dr/dr)

Related

Komentar

Recommended

What Next

More From News Section