1. HOME
  2. NEWS
KEKERASAN ANAK

Komnas PA: Kekerasan Anak Seharusnya Jadi Extra Ordinary Crime

Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait akan mendorong isu ini ke Komisi III DPR dan Mahkamah Konstitusi.

By Dwifantya Aquina 13 Oktober 2015 10:42
Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait (Merdeka.com)

Money.id - Komisi Nasional Perlindungan Anak mendukung usulan Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa terkait pemotongan saraf libido pelaku kejahatan seksual.

Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait mengatakan, pemotongan saraf libido atau kastrasi lebih manusiawi ketimbang melakukan kebiri. Sebab upaya kebiri melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).

"Kebiri lewat suntik kimia atau kastrasi, bukan memotong (alat kelamin) pelaku. Kalau pengadilan memutus hukuman 20 tahun maka dilakukan kastrasi selama vonisnya itu atas rekomendasi dokter," ujar Arist saat dihubungi Money.id, Selasa 13 Oktober 2015.

Hal tersebut dinilai Arist penting karena kondisi Indonesia saat ini sedang dalam keadaan darurat kejahatan seksual. Data Komnas PA menyebut bahwa lebih dari 1,6 juta kasus pelanggaran perlindungan anak di Indonesia, 58 persen didominasi oleh kejahatan seksual.

"Sebaran masalahnya bukan hanya di kota, tapi juga di desa-desa," kata dia.

Melihat penegakan hukum yang masih sangat lemah, Komnas PA amat menyayangkannya. Apalagi UU Perlindungan Anak hanya menerapkan hukuman maksimal 15 tahun penjara bagi pelaku.

"Komnas Perlindungan Anak mempelajari bahwa dalam sebuah kasus pembunuhan anak biasanya diawali kekerasan seksual, korban kemudian dibuang, sangat menyedihkan. Dari peristiwa ini kami berharap selain hukuman berat bagi pelaku, tapi juga kejahatan anak itu ditetapkan sebagai kejahatan luar biasa atau extra ordinary crime," papar Arist.

Saat ini, menurut Arist pihaknya tengah mendorong isu perlindungan anak tersebut ke Komisi III dan VIII DPR RI, agar dimasukkan ke dalam pidana pokok. Dengan maraknya kejahatan seksual pada anak, Komnas PA mengusulkan hukuman maksimal bukan lagi 15 tahun, tapi seumur hidup bahkan hukuman mati bagi pelaku.

"Untuk dapat mendorong hukuman berat bagi pelaku maka harus ditetapkan dulu sebagai extra ordinary crime, karena pembunuhan anak tidak pernah tunggal, pasti diikuti dengan penyiksaan, pemerkosaan, baru dibunuh. Dampaknya luar biasa," jelasnya.

Dalam waktu dekat, kata Arist, Komnas PA juga akan mengajukan judicial review terhadap UU Perlindungan Anak ke Mahkamah Konstitusi untuk memperjuangkan hak-hak perlindungan anak. Dengan cara tersebut, ia berharap para predator anak di Indonesia dapat dihukum seberat-beratnya.

Kasus kekerasan anak yang belakangan tengah disorot adalah kasus kekerasan seksual dan pembunuhan bocah perempuan usia 9 tahun berinisial PNF, yang jasadnya dibuang dalam kardus di daerah Kalideres, Jakarta Barat, pada Jumat 2 Oktober 2015.

Pelakunya tak lain adalah tetangganya, AD (39). Tersangka mengakui bahwa sebelum membunuh korban, dirinya tengah mengonsumsi narkoba jenis sabu.

Setelah melancarkan aksi bejatnya, AD lalu menjerat leher PNF dengan menggunakan kabel tembaga bekas charger ponsel hingga tewas. Akibat panik kemudian pelaku membungkus korban dengan kardus dan dibuang.

AD diketahui memiliki kelainan seksual. Ia kerap melakukan pencabulan terhadap anak-anak di bawah umur, termasuk beberapa anak di lingkungan tempat tinggalnya.

(da/da)

Related

Komentar

Recommended

What Next

More From News Section