1. HOME
  2. NEWS
JOKOWI

Geger Uang Lobi Pertemuan Jokowi-Obama Senilai Rp1 Miliar

Pemerintah Indonesia merespons berita tersebut, namun sejumlah dokumen lobi telah beredar di dunia maya.

By Dwifantya Aquina 9 November 2015 13:07
Presiden Joko Widodo bersama Presiden AS Barack Obama (Setkab.go.id)

Money.id - Kabar tak sedap muncul terkait pertemuan Presiden Jokowi dan Presiden Barack Obama belum lama ini. Jokowi dikabarkan menyewa broker saat melakukan kunjungan kerja ke Amerika Serikat (AS) demi bertemu dengan Obama di Gedung Putih.

Bagaimana kebenaran berita tersebut?

Adalah Michael Buehler, dosen Ilmu Politik Asia Tenggara di School of Oriental and African Studies di London yang mengungkap skandal tersebut. Buehler menuliskannya dalam artikel berjudul "Waiting In The White House Lobby" yang dipublikasikan laman New Mandala http://asiapacific.anu.edu.au pada Jumat 6 November 2015.

Dalam laman tersebut, ia menyebut Pemerintah Indonesia meminta konsultan Singapura untuk melobi agar mendapat akses ke Washington. Ada peran di balik layar konsultan public relation (PR) Singapura yang membayar US$80 ribu dolar AS atau sekitar Rp 1,08 miliar kepada sebuah broker atau pihak ketiga.

Pihak ketiga itu memfasilitasi pertemuan kedua presiden tersebut. Dengan jasa broker, Jokowi akhirnya bisa bertemu Obama di Gedung Putih.

Artikel tersebut diawali dengan pertanyaan, "Mengapa konsultan Singapura membayar US$80 ribu kepada sebuah perusahaan PR di Las Vegas agar Pemerintah Indonesia bisa memiliki akses masuk ke Gedung Putih?"

Padahal, kunjungan Jokowi itu hanya menghasilkan manfaat biasa-biasa saja di bidang perdagangan, pertahanan, dan persahabatan bilateral kedua negara.

Kehadiran Jokowi itu menandai kunjungan resmi pertama seorang presiden Indonesia ke negeri Paman Sam dalam 10 tahun terakhir. Presiden Obama memberikan waktu kepada Jokowi selama 80 menit untuk membahas hubungan bilateral antara negara demokrasi terbesar kedua dan ketiga di dunia tersebut.

Dalam dokumen Kementerian Kehakiman AS yang dibuka pada 17 Juni lalu, terungkap perusahaan konsultan Singapura itu bernama Pereira International Pte LTD. Adapun perusahaan PR asal Las Vegas adalah R&R Partner's Inc. Dalam dokumen tersebut, terungkap kesepakatan kerja sama dengan nilai kontrak US$80 ribu.

Terungkap pula tugas yang harus dikerjakan perusahaan asal Las Vegas R&R Partner's. Selain memberikan akses ke Gedung Putih, perusahaan PR tersebut juga ikut mendukung menyampaikan informasi tentang pentingnya kerja sama antara Indonesia dengan AS.

Disebut-sebut bahwa tugas R&R Patners, antara lain, mengatur pertemuan antara pembuat kebijakan dan anggota Kongres AS juga kementerian dengan utusan dari Indonesia. Kemudian, mengamankan kesempatan berdialog dengan Kongres Amerika selama kunjungan Presiden Jokowi.

Ketiga, mengamankan kerja sama dengan tokoh berpengaruh di Amerika, media massa, organisasi masa, organisasi swasta untuk mendukung upaya dan kepentingan Presiden Jokowi di sana.

R&R Patners juga harus mengomunikasikan kepentingan RI ke AS yang fokusnya, antara lain, masalah keamanan, perdagangan, ekonomi. Dalam kontrak tersebut disebutkan Morgan Baumgartner sebagai Executive Vice President and General Counsel R&R Partners.

Laman tersebut juga membeberkan buruknya diplomasi Indonesia-Amerika Serikat ini juga terlihat dari kepergian Kepala Staf Presiden Luhut Binsar Pandjaitan ke Amerika pada Maret 2015 untuk mempersiapkan perjalanan Presiden Jokowi ke Amerika.

Padahal, seharusnya urusan hubungan internasional antara Indonesia dan Amerika merupakan kewenangan Kementerian Luar Negeri. Seorang politikus yang dikenal dekat dengan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi memprotes keras terbangnya Luhut ke Amerika untuk Jokowi.

Sampai akhirnya, terungkap ke publik kalau Pemerintah Indonesia, meminta Pereira International PTE LTD, konsultan Singapura, untuk melobi agar Jokowi bisa mendapat akses ke Washington berbicara dengan Barack Obama.

Tak hanya itu, dokumen yang diduga merupakan surat perjanjian broker pertemuan Presiden Jokowi dan Presiden AS Barack Obama juga beredar di dunia maya. Dokumen itu muncul hanya beberapa saat setelah pemerintah Indonesia, melalui Menteri Luar Negeri Retno Marsudi membantah telah menggunakan jasa pelobi dalam pertemuan tersebut.

Jawaban Pemerintah RI

Menteri Luar Negeri RI Retno LP Marsudi menegaskan, Pemerintah RI tidak menggunakan jasa pelobi dalam mengatur dan mempersiapan kunjungan Presiden ke Amerika Serikat(AS) , termasuk di antaranya mengatur pertemuan Presiden Joko Widodo dengan Presiden Barack Obama, di White House, Washington DC, 26 Oktober lalu.

“Kemlu tidak menggunakan lobbyist atau tidak mengeluarkan sedikitpun anggaran untuk membayar lobbyist dalam mempersiapkan kunjungan Presiden Jokowi ke AS,” kata Menlu dalam konperensi pers, di Jakarta, Sabtu 7 November 2015.

Menurut Retno, persiapan kunjungan Presiden Jokowi ke AS diatur oleh pejabat dan menteri terkait secara resmi dan formal dengan melalui berbagai rapat, baik dengan Pemerintah AS maupun di internal Pemerintah RI.

“Saya sendiri memimpin rapat persiapan kunjungan selama tiga kali pada level menteri pada 17 September, 7 Oktober dan 17 Oktober. Jadi, ada tiga kali persiapan pada tingkat menteri,” ujar Retno.

Seperti dilansir laman Setkab.go.id, Kementerian Luar Negeri menyesalkan artikel yang ditulis Michael Buehler, dosen Ilmu Politik Asia Tenggara di School of Oriental and African Studies di London tersebut.

“Isu yang diangkat sangat tidak akurat, tidak berdasar dan sebagian mendekati ke arah fiktif,” tegas Kementerian Luar Negeri RI melalui siaran persnya.

Ditegaskan dalam siaran pers Kemlu itu, kunjungan Presiden Jokowi ke Amerika Serikat adalah atas undangan Presiden Obama yang disampaikan langsung pada saat pertemuan bilateral di sela-sela KTT APEC 2014 di Beijing pada 10 November 2014.

“Undangan ini kemudian ditindaklanjuti dengan undangan tertulis yang disampaikan melalui saluran diplomatik,” jelas siaran pers Kemlu.

Namun karena jadwal Presiden Jokowi serta perhatian beliau akan berbagai isu penting dan mendesak mengakibatkan undangan ini baru dapat dipenuhi pada 25-27 Oktober 2015.

(da)

Related

Komentar

Recommended

What Next

More From News Section