1. HOME
  2. NEWS
KEKERASAN ANAK

Belajar Perlindungan Anak dari Predator Seksual di New York

Direktur Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Krishna Murti angkat bicara tentang darurat perlindungan anak.

By Dwifantya Aquina 10 Oktober 2015 14:47
Ilustrasi kekerasan pada anak di bawah umur (Pixabay)

Money.id - Kasus kekerasan seksual terhadap anak kembali terjadi di Indonesia. Tak jarang kasus kejahatan ini berujung pada kematian korban. Sedangkan pelakunya hanya diancam Pasal 82 Undang-undang (UU) Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan hukuman maksimal 15 tahun penjara.

Menyoroti kasus kekerasan seksual dan pembunuhan bocah perempuan usia 9 tahun berinisial PNF, yang jasadnya dibuang dalam kardus di daerah Kalideres, Jakarta Barat, pekan lalu, Direktur Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Krishna Murti angkat bicara tentang darurat perlindungan anak.

Melalui blognya, catatansibedu.blogspot.co.id, Krishna berbagi tentang pengalamannya saat bertugas di Amerika Serikat, tepatnya di Markas PBB di Kota New York.

Krishna mengaku prihatin dengan kasus yang menimpa PNF. Lagi-lagi anak Indonesia menjadi korban predator seksual.

Menurut dia, kasus ini menjadi indikasi bahwa kasus kekerasan, apapun bentuknya, terhadap anak sudah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan. "Kita tidak lagi bisa bersikap biasa saja atau malah lupa atas kasus-kasus seperti ini," tulis Krishna dalam blognya.

Dengan adanya kasus-kasus seperti ini, ia mengatakan sudah saatnya Indonesia membudayakan sebuah kebiasaan yang mengajarkan anak waspada terhadap orang asing dan tindakan-tindakan yang berpotensi mengarah kekerasan dan pelecehan seksual.

"Saya mengambil contoh di Amerika Serikat, dimana perlindungan terhadap anak sudah membudaya baik di tengah masyarakat maupun pengambil kebijakan. Saya mengambil contoh Amerika Serikat karena pernah melihat langsung praktik perlindungan tersebut," katanya.

"Konteks perlindungan anak disini menggunakan Bahasa abuse, kalau dipadankan ke Bahasa Indonesia bisa dikatakan sebagai perbuatan yang kejam, kekerasan, atau penyiksaan. Di New York, perlindungan terhadap anak ini mencakup kekerasan fisik, kekerasan seksual, hingga penelantaran yang terkait dengan kesejahteraan anak," imbuhnya.

Para orangtua di Amerika Serikat, lanjutnya, terbiasa mengajarkan anak-anak mereka untuk waspada terhadap orang asing. Mereka diajarkan untuk tidak berbicara dengan orang asing, menghampiri orang yang tidak dikenal, dan bagaimana bereaksi terhadap orang asing yang menghampiri mereka. Mereka juga diajarkan untuk mengidentifikasi bagaimana mencari bantuan ketika tersesat atau semisalnya, dengan menghampiri Polisi atau menelpon 911 untuk meminta bantuan.

Menurut Krishna, New York memilliki Sex Offender Registration Act, Peraturan Registrasi Pelaku Kejahatan Seksual, dimana para pelaku kejahatan seksual yang terbukti diharuskan mendaftarkan dirinya kepada New York State Division of Criminal Justice Services selama 10 tahun atau lebih sejak si pelaku terbukti melakukan tindakannya.

Berdasarkan registrasi tersebut, penegak hukum local dapat mengabarkan warga, terutama populasi yang dinilai rentan seperti sekolah, bahwa ada seorang yang pernah menjadi pelaku kejahatan seksual dan dinilai berpotensi mengulangi kejahatannya berada di komunitas mereka.

Pada contoh ini, seorang pelaku kejahatan seksual tidak akan lepas dari pengawasan negara dan masyarakat. Ia akan terus diwaspadai dan diamati untuk menghindari kemungkinan terulangnya tindak pidana tersebut.

Selain program dan regulasi tersebut, New York City Department of Education, semacam dinas pendidikan di Indonesia, mengeluarkan peraturan-peraturan spesifik untuk mengamankan anak dari bahaya kekerasan seksual. Mereka mengatur hal-hal berikut ini:

1. Siswa tidak boleh pulang dengan orang asing

2. Siswa tidak boleh berbicara dengan orang asing

3. Siswa tidak boleh menerima barang apapun dari orang asing

4. Jika siswa didekati orang asing saat berada di dekat sekolah, siswa harus segera kembali ke sekolah dan memberitahukan staf sekolah

5. Siswa yang masih kecil harus diantar dan dijemput

6. Siswa yang lebih tua sebisa mungkin pergi dan pulang sekolah dengan berkelompok

Dalam blognya, Khrisna juga memaparkan tentang konsep Pencegahan Kejahatan Melalui Perancangan Lingkungan (PKMPL), dimana PKMPL merupakan terjemahan dari CPTED (Crime Prevention Through Environmental Design). Pendekatan ini merupakan merupakan altematif pendekatan dengan mengurangi atau mencegah kriminalitas dengan merancang kota atau lingkungan dengan mempersempit atau mengurangi kesempatan untuk berbuat kriminalitas.

Salah satunya dengan cara menciptakan ruang yang tanpa disadari dapat mengikutsertakan sebanyak mungkin orang untuk terlibat dalam pengawasan, dan mencegah masuknya orang yang tidak dikenal kedalam kawasan, melalui konsep 'mudah terlihat dan terawasi dari jalan', serta tidak menciptakan ruang yang tertutup dari pengawasan, serta membatasi akses masuk ke kawasan.

"Polda Metro Jaya selalu berupaya sekuat tenaga mengungkap kasus-kasus seperti ini, akan tetapi kami berharap bahwa kasus-kasus seperti ini tidak terjadi lagi. Sebagaimana saya katakan di atas, saya mendorong keterlibatan dan dukungan seluruh stakeholder perlindungan anak untuk terlibat aktif dalam kampanye perlindungan anak," tuturnya.

Baca Juga

(da/da)

Related

Komentar

Recommended

What Next

More From News Section