1. HOME
    2. INSPIRATORY
JOKOWI

Perjalanan Bisnis Katering Gibran Rakabuming Tanpa Restu Jokowi

Gibran menolak meneruskan usaha mebel sang ayah. Akhirnya ia mantap mencari modal sendiri untuk bisnis kateringnya.

By Dwifantya Aquina 10 Maret 2016 13:20
Presiden Jokowi bersama putra sulungnya, Gibran Rakabuming (Facebook)

Money.id - Putra sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming baru saja dikaruniai anak pertama. Sang istri, Selvi Ananda Putri melahirkan seorang anak laki-laki hari ini, Kamis 10 Maret 2016, sekitar pukul 09.30 WIB, di sebuah rumah sakit daerah Solo.

Kebahagiaan Gibran dan Selvi berawal saat bertemu dalam pemilihan Putra dan Putri Solo pada 2009 silam. Kala itu Gibran yang ayahnya masih menjabat sebagai Walikota Solo, menjadi salah satu juri dalam pemilihan.

Selvi sendiri akhirnya dinobatkan sebagai pemenang dalam ajang bergengsi di Solo tersebut. Keduanya kembali bertemu di Singapura, setelah satu tahun kemudian dan semakin dekat.

Sekitar tahun 2010, Gibran dan Selvi resmi berpacaran dan selama lima tahun terakhir keduanya menjalin cinta hingga akhirnya mantap menuju perkawinan. Di masa-masa awal pacaran, Selvi kala itu masih berada dalam masa-masa akhir studinya di STIE - AUB Surakarta.

Setelah lulus Selvi bekerja sebagai pegawai di Bank Panin, sementara Gibran terus mengembangkan usaha kulinernya lewat katering Chilli Pari. Setelah mantap dengan karier masing-masing dan siap menikah, Gibran akhirnya menunjukkan keseriusan untuk menikahi wanita sederhana idamannya.

Gibran melamar Selvi dalam prosesi yang dilangsungkan di Jalan Kutai VII, RT 07 RW 07, Kelurahan Sumber Banjarsari, Solo. Bersama keluarganya, Gibran memilih berjalan kaki menuju kediaman Selvi yang memang tidak jauh dari rumahnya.

Akad dan resepsi pernikahan mereka digelar pada Kamis 11 Juni 2015 lalu di Solo.

Bisnis Kuliner Gibran

Gibran dikenal sebagai sosok keras dan mandiri. Hal ini diketahui publik ketika ia mengungkapkan kisah jatuh bangun dirinya memulai bisnis katering Chilli Pari miliknya.

Tak ingin disebut aji mumpung dengan mewarisi bisnis furnitur sang ayah, Gibran memutuskan jalan sendiri. Keputusan ini dipilih lantaran tidak ingin memanfaatkan kekuatan modal orangtuanya. Apalagi, orangtuanya tak pernah 100 persen setuju dengan tekadnya ini.

Satu-satunya pihak yang bisa diharapkan untuk memberinya modal adalah bank. Mulailah Gibran Rakabumi menyusun proposal dan mengajukannya ke berbagai bank. Karena tak ada pengalaman usaha dan usianya yang saat itu masih 22 tahun, proposalnya nyaris ditolak semua bank.

Beruntung masih ada satu bank yang masih mau memberinya kesempatan. Dia tak menyebut nominalnya, namun katanya hanya sedikit dari yang diajukannya. “Saya mengajukan sekian tapi yang turun hanya sebagian kecil,” kata Gibran seperti dikutip Money.id dari situs chilliparicatering.com.

Dari modal pinjaman bank, Gibran memulai petualangan perdananya di bidang kuliner dengan membuka katering bernama Chilli Pari. Keterbatasan modal membuatnya harus membuat prioritas.

Namun, bukan untuk membeli bahan makanan seperti halnya katering pada umumnya, melainkan untuk membangun kantor. Dia sengaja memprioritaskan penampilan kantor depannya yang mirip restoran mini.

“Pertama kali yang penting kantor depan dulu harus bagus. Di belakang dulu belum ada apa-apa, cuma ada satu kompor,” katanya.

Dengan kantor yang bagus itulah dia berupaya menarik konsumen. “Kantor ini sebenarnya digunakan sebagai test food. Sebelum pelanggan pesan, mereka bisa mencoba dulu makanannya,” jelas Gibran.

Konsep baru ini pun tidak bisa langsung menarik konsumen secara instan. Umumnya pelanggan lebih percaya dengan katering atau restoran yang sudah punya nama.

Gibran pun menerjunkan tim pemasaran untuk menjemput pasar. Upayanya tak langsung membuahkan hasil dan harus menerima penolakan sampai pembatalan pesanan gara-gara namanya belum dikenal. Pelan-pelan tim marketing pun mulai menjaring para konsumen yang kebanyakan kalangan menengah ke atas.

Gibran pun ikut turun tangan sendiri meyakinkan calon konsumen di kantor maupun di rumah-rumah. Kini kateringnya menjadi salah satu katering yang diperhitungkan di Kota Solo.

Sering Ditolak

Pada awalnya kehadiran Chili Pari sering ditolak oleh para konsumen yang saat itu belum mengenalnya. Gibran pun memakluminya karena waktu itu usahanya sama sekali belum punya nama besar. Di sinilah dia menemukan tantangannya.

Pernah suatu ketika seorang ibu memesan makanan dari Chilli Pari untuk keperluan pernikahan anaknya. Namun, beberapa hari sebelum pernikahan, dia tiba-tiba membatalkan pesanannya.

Usut punya usut, alasan pembatalan itu karena saran dari berbagai kerabatnya yang tidak percaya kepada Chilli Pari yang waktu itu berstatus katering baru. “Uang muka saya kembalikan semua. Tapi saya minta izin untuk sowan (bertandang) ke rumahnya, beberapa hari kemudian,” tutur Gibran.

Di sana, Gibran Rakabumi datang sendiri untuk kembali meyakinkan orang itu. Dia tidak hanya membawa katalog tapi juga membawa sampel makanan yang akan ditawarkannya. Orang itu sudah yakin dengan layanan makanannya tapi masih meragukan kemampuannya menangani jamuan untuk ribuan orang.

Maklum, orang ini masih ketakutan acaranya berantakan gara-gara keterlambatan atau ketidak mampuan katering dalam melayani tamu.

Gibran pun tak mau kalah dalam meyakinkan. Kepada orang itu dia menjamin bahwa sinoman (pelayan)-nya akan lebih dari cukup untuk mendukung acara itu.

“Khusus buat Ibu, sinoman (pelayan)-nya saya kasih 1:4,” ujar Gibran yang kini menjabat sebagai ketua Asosiasi Pengusaha Jasa Boga Indonesia (APJI) Solo, menirukan negosiasinya waktu itu.

Tantangan itulah yang selama ini dicarinya saat mulai bermain di bisnis kuliner. Pendekatan yang sama juga masih tetap dilakukan meskipun usahanya sudah makin dikenal. Apalagi banyaknya pemain membuat persaingan di dunia usaha kuliner, khususnya katering, sangat besar.

Terlebih dia melihat gedung pertemuan milik ayahnya, Graha Saba Buana, sudah tujuh tahun tanpa katering. Jadi, jika ada penyewa, harus menyewa katering dari pihak lain.

“Saya dari dulu usul kenapa katering nggak digarap? Mungkin karena kesibukannya di mebel, jadi nggak sempat. Padahal, bisnis katering cukup menggiurkan karena setiap ada hajatan, biaya terbesar biasanya tersedot untuk membayar katering,” katanya.

Sayang, idenya tersebut tidak pernah ditanggapi ayahnya. Orangtuanya terus saja mendesak Gibran untuk meneruskan usaha keluarga di bidang mebel. Namun, keteguhan hatinya tetap menyala. Dia bersikeras tidak memiliki ketertarikan di bidang mebel.

“Bapak bilang, lha terus sing ngelanjutke sopo? Kamu nggak nurut sama orangtua,” ungkap Gibran menirukan ucapan ayahnya.

Anak pertama di antara tiga bersaudara itu mengakui bahwa bisnis katering yang ditanganinya sekarang berdiri tanpa restu orangtua. Maklum, adik-adiknya saat itu masih kuliah dan bersekolah sehingga belum bisa diserahi tanggung jawab.

“Saya nggak tahu nanti adik-adik saya apakah mau melanjutkan usaha Bapak atau tidak. Kalau saya, jelas sudah tidak mau,” tegasnya.

Dia menyadari bahwa modal terbesar bisnis katering adalah kepercayaan. Setiap ada momen pernikahan, pasti yang dicari perusahaan katering yang sudah mapan dan tepercaya. Sementara itu, katering baru yang dibuat Gibran awalnya sama sekali belum dikenal.

“Yang sulit adalah meyakinkan calon konsumen bahwa kami beda. Kami kasih edukasi ke pasar. Kalau yang lain masih skala rumah tangga, sistem kami sudah tertata,” ujarnya.

NEXT: Gibran kesulitan dengan "piring terbang" (bersambung...)

Related

Komentar

Recommended

What Next

More From Inspiratory Section