1. HOME
  2. FRESH
DIET

Menguak Rahasia Kecepatan dan Daya Tahan Para Atlet Lari Dunia

Karbohidrat atau lemak? Semuanya tergantung metabolisme tubuh masing-masing atlet.

By Adhi 30 Januari 2016 14:02
Ilustrasi (runathonfoundation.org)

Money.id - Pada pertengahan 1960-an, sekelompok ahli fisiologi Swedia yang berbasis di Stockholm melakukan percobaan spektakuler terkait hubungan antara diet dan performa seorang atlet. 

Tim Swedia adalah yang pertama yang menggunakan biopsi otot di bidang performa olahraga. Mereka tertarik apakah ada hubungan antara jumlah glikogen yang tersimpan dalam serat otot dan kecepatan seorang atlet dalam jarak tertentu.

Pada tahun 1967, hasil penelitian mereka diumumkan. Mereka menemukan bahwa dengan meningkatkan asupan karbohidrat, kadar glikogen juga meningkat. Singkatnya, atlet bisa lari cepat dan lebih jauh dengan banyak mengonsumsi kabrohidrat.

"Penemuan ini dipandang sebagai salah satu terobosan besar pertama dalam ilmu olahraga," kata Profesor Tim Noakes dari University of Cape Town, dikutip dari laman The Guardian.

Lebih lanjut ia menjelaskan, "Kami sekarang percaya bisa tahu persis apa yang menentukan performa Anda saat maraton semuanya tergantung berapa banyak glikogen yang disimpan dalam otot. Kami kemudian memberitahu orang-orang tentang 'diet karbohidrat', dan kami merasa sangat penting melakukan hal itu."

Program diet karbohidrat biasanya merekomendasikan untuk makan sekitar 500-700 gram per hari atau sekitar 7-12 gram per kg berat badan.

Di kalangan pelari, manfaat dari karbohidrat didukung oleh keberhasilan besar dari pelari jarak jauh asal Afrika Timur. Hampir semua atlet dari negara-negara di wilayah itu mengkonsumsi bahan makanan kaya tepung yang terdiri dari nasi, pasta, kacang, bubur dan sayuran. Tapi tidak semua orang percaya cerita sederhana ini.

Namun begitu, selama satu dekade terakhir, hasil penelitian tersebut terbantahkan. Kelompok ilmuwan lain mengklaim bahan bakar yang optimal untuk olahraga lari bukan kadar karbohidrat tingkat tinggi, tetapi lemak.

Tubuh secara alami mengandung cadangan lemak yang jauh lebih besar, beberapa melihatnya sebagai indikator bahwa ini adalah sumber energi yang lebih efektif.

Setelah enam minggu menjalani diet lemak tinggi, tubuh beralih ke pembakaran keton lemak, bukan gula dalam karbohidrat. Dengan demikian, pasokan bahan bakar akan menjadi lebih besar. Jumlah energi yang besar itu mungkin cukup untuk digunakan menempuh maraton jarak penuh atau bahkan ultra-maraton tanpa kehabisan energi.

Jadi siapa yang benar? Karbohidrat atau lemak yang membuat para pelari dapat berlari lebih cepat dan menempuh jarak lebih jauh?

Profesor Louise Burke, kepala gizi olahraga di Australian Institute for Sport mengatakan, "Berbagai pilihan dalam diet atlet mungkin menjadi pilihan yang lebih baik untukgizi yang optimal daripada bersikeras pada solusi satu untuk semua."

Ini artinya, semua dipengaruhi genetika dan juga usia atlet terkait. Meski pelari Ethiopia dan Kenya unggul pada asupan karbohidrat yang tinggi, tidak semua orang memiliki metabolisme yang sama.

Sebagai advokat terkemuka di dunia kesehatan dan kebugaran di Afrika Selatan selama bertahun-tahun, Noakes pernah menjadi penganjur diet karbohidrat sampai pengalaman pribadi membuatnya mempertanyakan program tersebut.

Sebagai atlet maraton dan ultra maraton, ia terkejut ketika menemukan dirinya telah mengidap diabetes tipe-2.

"Saya pikir berolahraga membuat saya sehat tapi apa yang saya tidak sadari adalah bahwa diet saya mengandung terlalu banyak karbohidrat untuk fisiologi saya sendiri, dan ini mementahkan semua manfaat di dalamnya," katanya.

Noakes telah mencapai keadaan di mana tubuhnya mengeluarkan hormon insulin dalam tingkat tinggi agar bisa memproses semua gula dalam karbohidrat yang dikonsumsinya sehingga menjadi resisten terhadapnya.

Resistensi insulin berkepanjangan menyebabkan kelebihan sel pankreas yang memproduksi insulin, yang mengakibatkan kematian sel drastis dan diabetes.

 rang yang sensitif karbohidrat, dan mampu memetabolismenya sangat cepat akan mendapatkan keuntungan lebih dari diet karbohidrat tinggi," kata Noakes.

 

Seiring dengan bertambahnya usia, ada pendapat yang menyebut mesin metabolisme tubuh mulai kurang efektif. Hal ini menunjukkan bahwa kita mungkin harus beradaptasi dengan mengurangi asupan karbohidrat. Tetapi banyak pelari takut bahwa dengan beralih ke lemak tinggi, kecepatan mereka akan berkurang.

Satu kompromi yang mulai mendapat popularitas dalam beberapa tahun terakhir adalah "train low, race high" yang kini disukai oleh para pelari.

"Idenya adalah bahwa berlatih dengan rendah karbohidrat dan diet lemak tinggi yang akan memaksa tubuh untuk mengalihkan sebagian bahan bakar menjadi lemak sehingga Anda menjadi lebih efisien," kata Steve Magness pelatih lari lintas negara di University of Houston.

(a/a)

Related

Komentar

Recommended

What Next

More From Fresh Section