Money.id - New York City adalah rumah untuk sekitar empat ribuan Delicatessen atau Deli yang merupakan kedai penjual makanan khusus berbahan daging seperti sandwich (rotii lapis daging) pada 100 tahun yang lalu.

Namun pada saat ini, hanya tinggal sekitar 24 deli saja yang masih bertahan di kota tersibuk di Amerika Serikat tersebut. Tapi mampukah pendekatan inovatif dan modern memberi kehidupan baru ke dalam kedai makanan tua itu?

Ratusan deli berguguran di New York City karena menjadi korban dari kondisi ekonomi, perubahan budaya dan tren.

Pada awalnya, lebih dari 100 tahun yang lalu, di paruh kedua abad ke-19, rumah-rumah petak New York dipenuhi dengan pendatang baru dari Eropa. Ribuan imigran ini adalah Yahudi yang melarikan diri pembantaian di Eropa Timur dan Rusia dan berhijrah ke New York.

Mereka datang sambil membawa keyakinan agama dan budaya kuliner mereka. Di bawah aturan agama Yahudi, daging babi dilarang, serta susu, ikan dan daging harus dipisahkan dengan jelas.

Ketika imigran Yahudi mendirikan usaha kuliner di New York, pemisahan ini tercermin dalam tiga jenis usaha mereka, yang salah satunya adalah deli yang khusus menjual makanan berbahan daging sapi.

Deli kemudian menjadi sangat popoler dan ada di setiap sudut kota New York. Tapi sejak Perang Dunia II berakhir, lingkungan tersebut dipenuhi aksi kejahatan, kemudian akhirnya berubah menjadi kawasan yang dipenuhi restoran-restoran mewah seperti sekarang ini, menggusur bisnis lokal seperti deli.