1. HOME
  2. FOODILICIOUS
LOGO

Dua Sapi 'Holycow' Pecah, Pilih Steakhouse atau Steak Hotel?

Karena kemiripan nama itu sah di mata hukum, keduanya pun berhak bertarung di pasar.

By Putri Nabilla 3 November 2015 11:07
Steak Holycow (Twitter)

Money.id - Berbisnis dengan kawan baik ataupun keluarga, bukan berarti selalu mulus. Seperti yang dialami oleh Holycow. Sukses merintis tempat makan yang spesial menyajikan menu steak, Holycow yang awalnya dirintis oleh empat pengusaha muda malah pecah kongsi.

Semula banyak orang mengenal Holycow yang berlokasi di Jalan Radio Dalam, Jakarta Selatan. Tempat makan sederhana yang memperkenalkan wagyu steak dengan harga terjangkau ini laku keras. Bahkan harus antre saat ini menikmatinya.

Pasangan suami istri Afit Dwi Purwanto dan Lucy Wiryono, serta Wanda dan Wynda, adalah 'aktor' dibalik kesuksesan Holycow. Namun, seiring berjalannya waktu, mereka tak lagi satu gagasan.

Afit dan Lucy memilih nama Holycow! Steakhouse by Chef Afit. Sedangkan Wanda dan Wynda, menggunakan nama Steak Hotel by Holycow.

Pada Desember 2009, Afit dan rekannya membuka Holycow di Jalan Radio Dalam. Gerai permanennya di buka setelah enam bulan kemudian di Senopati dari perolehan kredit investasi di bank.

Lucy yang berperan sebagai Marketing & Communication Manager mengungkapkan bahwa memang pecah kongsi itu berat, namun semakin berat apabila dipaksakan untuk berdampingan tapi tak saling percaya.

Tepat pada Mei 2012 merek ‘Holycow’ dibesarkan secara terpisah. Pemisahan secara profesionalpun dilakukan dengan menggunakan jasa mediator bersertifikat dan notaris secara sah.

Afit diharuskan menanggung biaya pinalti akibat dari tutupnya gerai pertama Holycow di Singapura serta pembayaran utang ke supplier.

Meski demikian, pria yang diawal kesuksesannya dipenuhi oleh berbagai kegagalan ini melahirkan brand baru yang berbeda dari mitranya yang menyebut gerainya sebagai Tempat Karnivora (TKP), kini bereinkarnasi menjadi Carnivores Meat-ing Point (CAMP).

Pada Oktober 2012 lahirlah Holycow Steakhouse by Chef Afit yang diperoleh dari hasil voting sayembara pemilihan logo oleh netizen. Hal ini dilakukan guna mengajak konsumen untuk menjadi bagian dari kelahirannya.

“Orang tahu Holycow telah pecah kongsi. Ibaratnya, belum ada brand yang ingin operasi plastik, tapi wajahnya dipilih oleh orang lain. Kami berani lakukan itu agar konsumen aware dan menjadi bagian dari kelahiran kami,” tutur Lucy.

Karena kemiripan nama itu sah di mata hukum, keduanya pun berhak bertarung di pasar. Sehingga, jalan paling jitu yang bisa dilakukan oleh pemilik merek adalah mempertegas logo brand-nya.

Penyertaan ‘by chef Afit’ di belakang nama barunya, diharapkan masyarakat notice dengan wagyu hasil racikan tangan Afit ini. Saat pemecahan terjadi, Afit merasa kewalahan akibat keputusan 28 pegawainya yang ingin tetap ikut bersamanya, dengan alakadar dua gerai yang ia miliki pada saat itu, ia memberikan ekstra libur yang lebih panjang dengan shift yang lebih pendek.

“Oversupply pegawai terjadi pada masa awal kami me-reset usaha kembali. Berkat adanya investor, kami membuka gerai baru di Kelapa Gading dengan tujuan awal, guna menampung tenaga kerja kami,” ungkap Afit.

Perubahan logo yang terjadi tak lantas membuat banyak konsumen mengetahui perbedaan dua jenis Holycow yang ada di Indonesia ini. Oleh karena itu, Lucy merasa perlu untuk terus mengkomunikasikan hal ini jika diperlukan.

“Kami tidak mau jika kami melakukan hal buruk, mereka akan terkena dampak. Sebaliknya, jika kami melakukan hal yang baik, mereka yang dapat kreditnya. Intinya, kami selalu terbuka soal apa yang terjadi pada kami di masa lalu,” terangnya. (dwq)

(da/pn)

Related

Komentar

Recommended

What Next

More From Foodilicious Section