1. HOME
  2. DIGITAL
DIGITAL

Kiprah Lippo Grup dalam Bisnis e-Commerse

Guna mewujudkan cita-cita sebagai pemain e-commerce nomor satu, Lippo menggandeng Emirsyah Satar untuk menjadi boardofexecutive di MatahariMall

By Rohimat Nurbaya 17 April 2016 07:45
Hadi Wenas dan Emirsyah Satar (Forbes)

Money.id - Dalam dua dekade terakhir ini, bisnis e-commerce di Indonesia sangat potensial. Hal itu dimanfaatkan oleh salah satu kelompok usaha lokal, Lippo Group, yang ingin menjadikan MatahariMall.com sebagai pemain e-commerce nomor satu di Indonesia.

Dikutip dari Forbes, dengan modal awal US$500 juta atau setara Rp6,6 triliun, MatahariMall merupakan penjajakan kedua dari bisnis keluarga Mochtar Riady setelah Lipposhop yang didirikan pada tahun 2000 lalu gagal, dah hanya bisa bertahan dalam setahun.

Guna mewujudkan cita-cita sebagai pemain e-commerce nomor satu, Lippo menggandeng Emirsyah Satar untuk menjadi boardofexecutive di MatahariMall. Satar merupakan mantan CEO PT Garuda Indonesia yang sukses membawa maskapai penerbangan pelat merah itu keluar dari krisis moneter program restrukturisasi keuangan.

Sementara jabatan CEO diserahkan kepada Hadi Wenas (36). Dia merupakan seorang wunderkind dengan gelar Master di bidang ilmu komputer yang ikut membidani munculnya Zalora.

"Peluang pertumbuhan e-commerce sangat cepat. Jika kita tidak melakukan ini sekarang, orang lain yang akan mengambilnya," kata Wenas.

Alasan lain yang mendorong Lippo Group terjun di bisnis e-commerce adalah melonjaknya tingkat kepemilikan smartphone. Nilai penjualan online adalah sekitar 1 persen dari semua penjualan ritel pada 2015.

Perkiraan berbeda disampaikan Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara, yang memperhitungkan nilai transaksi online mungkin membengkak menjadi sekitar 5 persen dari seluruh penjualan, atau senilai US$130 miliar atau setara Rp1.715 triliun sebelum akhir dekade ini.

Dengan pertaruhan besar, MatahariMall berharap untuk menjadi situs belanja terbesar di Indonesia dengan negara berpenduduk 250 juta orang.

Untuk mencapai itu, Wenas mengatakan, dengan memanfaatkan penjualan melalui Matahari Department Store yang merupakan toko retail terbesar di Indonesia.
Bisnis ritel utama Lippo sebagian besar melalui Matahari Putra Prima, yang mengoperasikan Hypermart dan Foodland, serta Matahari Department Store.

Penjualan untuk masing-masing retail itu pada tahun lalu mencapai US$1,1 miliar atau setara Rp14,5 triliun dan US$1,2 miliar atau setara Rp15,8 triliun.

"Jika Anda terlambat, ini adalah permainan partisipasi, bukan permainan siapa yang kuat," kata Wenas.

Lippo pun terdorong oleh kemajuan teknologi yang akhirnya bisa mengatasi masalah kemacetan. Industri jual belin online memang sangat prospektif karena pada 2018 akan didorong oleh penggunaan 100 juta smartphone berkemampuan web.

Namun yang akan menjadi masalahnya adalah kemacetan di jalan raya yang akhirnya membuat biaya pengiriman menjadi mahal. Oleh karena itu, MatahariMall akan bekerja sama dengan taksi online GrabTaxi untuk mengatasi pengiriman di wilayah Jakarta.

Pembayaran juga cenderung menjadi kendala di sektor ini. Hanya sekitar 6 penduduk penduduk Indonesia yang memiliki kartu kredit. Pembayaran prabayar yang memungkinkan pengguna melakukan top up pada akun mereka melalui ponsel baru-baru ini merupakan solusi yang tepat.

Wenas menambahkan pihaknya bekerja sama dengan Indosat untuk mengeluarkan produk dompet digital Indosat sebagai cara pembayaran. Selain itu MatahariMall memiliki hak eksklusif untuk mengirim melalui kantor pos sampai akhir tahun.

Dengan bekerja secara offline dan online, MatahariMall, kata Wenas, menerima pesanan lebih dari 400 kota di seluruh Indonesia dalam bulan pertama pengoperasiannya. Angka ini jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan toko fisik Matahari Department Store yang hanya menerima 100 pesanan.

"Strategi online ke offline MatahariMall dapat menjadi gamechanger jika berhasil dijalankan," kata RiazHyder, kepala penjualan ekuitas di broker Macquarie Securities.

"Menjadi bagian dari konglomerat lokal mapan juga akan membantu MatahariMall menavigasi lanskap Indonesia, yang tentu berbeda dari negara ASEAN lainnya."

Sementara itu Satar mengatakan iklim peraturan pemerintah masih belum kondusif. Satar mengeluhkan pemerintah yang mengizinkan e-commerce asing seperti Amazon atau Netflix menjual ke konsumen Indonesia sambil menghindari pajak.

Satar juga menyayangkan bahwa perusahaan-perusahaan itu juga tidak menaati aturan yang mewajibkan perusahaan online asing untuk mendirikan kantor di Indonesia.

Namun persaingan dari e-commerce asing tidak membuat Satar lantas khawatir. Dia mengatakan, "Kami butuh tempat bermain yang layak dan saya memiliki kontak yang baik di regulator."

Daniel Tumiwa, Ketua Asosiasi E-commerce Indonesia, mengatakan bisnis online baru harus dibebaskan dari membayar pajak selama dua hingga tiga tahun untuk memberikan manajemen waktu untuk fokus pada produk.

"Pemerintah ingin e-commerce menjadi pahlawan ekonomi, tetapi mereka berisiko mencekik industri yang masih dalam masa pertumbuhan," kata Tumiwa.

Terkait MatahariMall, meskipun punya pendukung kuat, keuntungan mungkin masih belum terlihat hingga tiga tahun, Satar mengatakan. IPO mungkin akan terjadi setelah bisnis memberikan keuntungan stabil, katanya.

Sementara itu, Willson Cuaca, salah satu investor di Tokopedia, mengatakan mendapat pijakan kuat bisa menjadi hal sulit. "Di Tokopedia, kami masih belum melihat keuntungan."

Baca Juga

(rn/rn)

Related

Komentar

Recommended

What Next

More From Digital Section