1. HOME
  2. DIGITAL
DIGITAL

Kepolisian Diminta Segera Tanggapi Rekomendasi RUU ITE

Sejumlah Ormas meminta kepolisian tidak menunda persetujuan draft RUU ITE yang sudah ditandatangani oleh Kemenkominfo.

By Adhi 15 Desember 2015 16:34
Ilustrasi (huffingtonpost.com)

Money.id - Berdasarkan dokumen draft revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang telah sampai ke tangan publik (sumber: http://bit.ly/draft-ite) dan diperkuat informasi dari sejumlah pihak, tampak bahwa dokumen tersebut telah selesai diparaf oleh Menteri Komunikasi dan Informatika serta Jaksa Agung.

Menurut Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Forum Demokrasi Digital (FDD), Indonesia Center for Deradicalization and Wisdom (ICDW) dan ICT Watch, dokumen tersebut kini diyakini tinggal menunggu rekomendasi kepolisian berupa paraf dari Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri), sebelum akhirnya dapat diserahkan DPR, untuk dilakukan pembahasan bersama antara pemerintah dengan DPR.

Namun demikian, masa sidang DPR untuk tahun 2015 akan segera berakhir pada 18 Desember 2015, sehingga tidak lagi ada kesempatan untuk melakukan pembahasan suatu rancangan undang-undang secara serius sampai dengan akhir masa sidang yang tinggal beberapa hari tersebut.

Oleh karena itu pemerintah dan DPR harus memastikan bahwa revisi UU ITE masuk dalam usulan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2016, dan bisa disahkan sebagai prioritas legislasi tahun mendatang dalam sidang paripurna DPR. Harapannya, pembahasan revisi UU ITE segera dilakukan di awal tahun 2016.

Bahkan dengan proses yang sudah dilalui, seharusnya Presiden bisa segera mengeluarkan Surat Presiden (Supres), untuk mengajukan usulan pembahasan revisi UU ITE kepada DPR. Namun kenyataannya, meski Presiden telah menyatakan persetujuannya untuk merevisi UU ITE, dalam suatu rapat kabinet terbatas pada Oktober 2015, Kepolisian justru merilis Surat Edaran Kapolri SE/06/X/2015 yang menyatakan bahwa ketentuan Pasal 27 ayat (3) UU ITE yang mengatur pidana pencemaran nama baik, adalah bagian dari materi ujaran kebencian. Hal tersebut seakan melanggengkan penyalahgunaan Pasal 27 ayat (3) tersebut.

Rumusan ancaman pidana 6 (enam) tahun dalam UU ITE yang tengah berlaku saat ini juga tidak lepas dari usulan kepolisian dalam pembahasan RUU ITE terdahulu. Saat itu kepolisian merasa kesulitan untuk menangani perkara terkait dengan cyber, sehingga minta diberikan wewenang untuk langsung melakukan penahan.

Hal tersebut berlandaskan pada salah satu syarat obyektif penahanan adalah ancaman pidana di atas 5 (lima) tahun, berdasrarkan KUHAP pasal 51. Dan dalam sejumlah kasus, tampak jelas sekali ada penerapan yang sembrono atas pasal 27 ayat (3) UU ITE tersebut oleh pihak kepolisan, sehingga seringkali kritik dijawab dengan pemidanaan.

Pun lamanya proses finalisasi naskah revisi UU ITE di pemerintah, terutama pada proses inter-dep (persetujuan antar-kementerian/lembaga) seakan menjadi indikasi tidak adanya kesamaan pandangan dan visi dari pemerintah perihal terdapatnya masalah dari ketentuan Pasal 27 ayat (3) UU ITE, yang jelas-jelas telah menjadi instrumen untuk membelenggu demokrasi. Padahal semestinya begitu disepakati Presiden dalam rapat kabinet terbatas, bisa segera diparaf oleh semua kementerian/lembaga terkait, dan secepatnya dikeluarkan Supres.


Suka dengan artikel ini? KlikĀ LIKE

(a/a)

Related

Komentar

Recommended

What Next

More From Digital Section