Pada UU ITE yang lama, ancaman hukuman untuk pencemaran nama baik adalah 6 (enam) tahun penjara.
By Adhi 15 April 2016 17:53Money.id - Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara dan Komisi I DPR RI baru saja menggelar rapat kerja (Raker) membahas RUU Perubahan UU No.11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Ini adalah Raker kedua membahas revisi UU ITE setelah sebelumnya sempat dilakukan pada 14 Maret 2016 silam.
Dalam rapat kerja tersebut, Menkominfo Rudiantara telah menyetujui muatan penghinaan masuk revisi Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
"Pasal krusial dalam revisi UU ITE adalah Pasal 27 ayat 3 terkait ancaman hukuman pencemaran nama baik," kata Rudiantara usai Raker dengan Komisi I DPR di Jakarta, Rabu 13 April 2016.
Rudiantara menjelaskan, pada UU ITE yang lama, ancaman hukuman untuk pencemaran nama baik adalah 6 (enam) tahun penjara, namun demi menghilangkan multitafsir maka pemerintah menurunkan lama hukuman menjadi 4 (empat) tahun.
Selain itu, "Dari sisi deliknya pun diubah menjadi delik aduan, harus ada laporan dari pelapor. Kalau sebelumnya kan delik umum," ujar Rudiantara seperti dikutip dari laman Kominfo.go.id.
Rudiantara yakin target pembahasan revisi akan rampung pada Juni 2016. "Bulan Mei selesai di Komisi, lalu Juni dibawa ke Rapat Paripurna," terang Rudiantara.
Keputusan ini tentunya sesuai dengan usulan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Sebelumnya, melalui surat bernomor R-79/Pres/12/2015 tertanggal 21 Desember 2015, pemerintah memang merekomendasikan hukuman pada UU ITE adalah Pasal 27 ayat 3 diturunkan 2 tahun.
'Pasal Karet' yang Banyak Makan Korban
Sebagai informasi, pasal 27 ayat 3 yang tertera pada UU ITE sendiri berbunyi, "Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik."
Menurut banyak pihak, UU ini dianggap dapat membatasi hak kebebasan berekspresi, mengeluarkan pendapat dan bisa menghambar kreativitas dalam berinternet.
Selain itu, dalam pasal tersebut tidak dijelaskan secara terperinci apa yang dimaksud dengan muatan penghinaan dan pencemaran nama baik sehingga memiiki banyak penafsiran.
Dan yang paling ditakutkan masyarakat, pasal tersebut bisa menjadi alat penguasa untuk meredam kritik dan opini masyarakat dalam mengemukakan pendapat.
Sejauh ini, tercatat sudah ada puluhan korban 'pasal karet' UU ITE tersebut. Kasus pertama yang menyita perhatian besar masyarakat soal kasus UU ITE adalah perseteruan antara Prita Mulyasari dengan Rumah Sakit Omni.
Kasus lain yang tak kalah menyedot perhatian adalah kasus Florence Sihombing yang dinilai menghina warga Yogyakarta melalui jejaring sosial Path, serta kasus Benny Handoko (pemilik akun twitter @benhan) yang menjadi tersangka pencemaran nama baik mantan politisi PKS, Misbakhun.
Intip Kado Istimewa Rafathar dari Kuda Poni Hingga Taman Bermain
Agar Dompet Tak Makin 'Tipis', Lakukan Penghematan dengan Cara Ini
Pemerintah Angkat Bicara Soal Rokok Naik Jadi Rp50 Ribu per Bungkus
Mengenal Prof Samadikun, Bapak Mikroelektronika Dunia Asal Indonesia
15 April 2016 11:50